Acharya Devo Bhava
“Hubungan kita dengan seorang Sadhguru adalah murni
hubungan jiwa. Tak ada landasan lain. Hubungan-hubungan duniawi berakhir di
liang kubur, atau tempat perabuan jasad. Hubungan jiwa tidak pernah berakhir.”
(Guruji Anand Krishna, Jatuh, Bangun, Jatuh Lagi dan Bangun
Kembali, hal. 149)
Makam Bapak Surya Hadi, My Mentor |
Kita hanya akan memahami arti hadir seorang Guru saat ia
sudah tidak berada di tengah-tengah kita. Perasaan itu muncul ketika saya
kehilangan mentor dalam hidup saya. Seorang mentor yang pernah membimbing saya
sebelum saya dipertemukan dengan Guru Spiritual saya, Bapak Anand Krishna.
Jujur, saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan kehilangan
itu. Hanya orang yang pernah berguru yang mampu memahami perasaan kehilangan
semacam itu. Bagi saya, perasaan kehilangan seorang guru, seorang mentor,
tidaklah sama dengan perasaan kehilangan anggota keluarga, kerabat, sahabat,
bahkan kehilangan kekasih.
“Persahabatan Sejati antara Guru dengan Siswa tidak
mengandung sedikit pun kepentingan diri, atau kepentingan lain yang terselubung”
(Guruji Anand Krishna, Jatuh, Bangun, Jatuh Lagi dan Bangun Kembali, hal. 149).
Seorang Guru tidak memiliki agenda lain dalam hidupnya
selain kemajuan jiwa sang murid. Landasannya adalah landasan kebenaran. Seorang
murid yang membuka diri dan jujur akan menerima guyuran berkah dari Sang Guru.
Guru adalah Kebenaran yang mewujud, yang siap menuntun murid-muridnya ketika ia
membuka diri sepenuhnya.
“Seorang Guru adalah Pemberi, dia tidak pernah meminta
bahkan mengharapkan sesuatu dari kita. Kedatangan dia, kehadiran dia dalam
hidup kita adalah untuk memberi… Apa yang dapat kita berikan kepada dia yang
datang untuk memberi?”
Inilah mengapa kehadiran seorang Guru begitu bermakna dalam
kehidupan ini. Kebesaran hati seorang Guru tidak akan mampu tertandingi oleh
siapapun di dunia ini. Jika kita beruntung dengan mendapatkan berkah cinta
seorang ibu, maka kita terberkati dengan hujan gerimis. Tetapi cinta seorang
Guru, melebihi cinta 1.000 ibu kandung, berkahnya bagaikan guyuran hujan lebat,
tak tertandingi oleh apapun.
“Mendatangi Padepokan Seorang Guru, bahkan tinggal selama
berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun pun tidak selalu menjamin
bila kita hadir.”
“Urusan kedatangan saja bukanlah urusan waktu dan uang
melulu. Guru pernah menyampaikan, “Seseorang boleh punya uang, punya waktu,
jika belum terpanggil, ia tak akan bisa menginjakkan kakinya di sini.”
“Namun setelah itu apa? Baik, punya waktu, punya uang dan
ada panggilan – kita sudah mendatangi Guru, what next? Waktu, uang,
dan panggilan adalah buah karma dari masa lalu. Selanjutnya, apakah
kita hadir atau tidak merupakan karma masa kini. Jika kita tidak berbuat
sesuatu di masa kini, maka sehabisnya karma masa lalu, berkahirlah pertemuan
kita dengan Sang Guru. Ini yang umumnya terjadi. Kita sudah datang, tapi tidak
hadir.”
(Guruji Anand Krishna, Jatuh, Bangun, Jatuh Lagi dan Bangun
Kembali, hal. 139)
Sekarang mau kita apa? Kita bebas memilih dalam kehidupan
ini, tetapi kita tidak bebas dari konsekuensi atas pilihan yang kita ambil.
Kita bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan dalam hidup ini. Kita tidak
bisa lari dari konsekuensi, dari tanggung jawab yang harus kita pikul. Mau
melanjutkan perjalanan dengan melakoni setiap petuah Guru atau mau berhenti di
tempat dengan tidak mengindahkan ajarannya. Pilihan ada di tangan kita. Pilihlah
dengan bijak sehingga kita menyesali keputusan kita di belakang hari.
Ingatlah, Acharya Devo Bhava – Revere your Guru as
embodiment of God.
Komentar
Posting Komentar