In Loving Memory of Mogan Saygar
Tiada yang dapat
memahami hidup ini karena ia adalah misteri. Misteri itulah yang memberi kita
kekuatan untuk bisa menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.
Pada hari Kamis,
11 Agustus 2022, kami kehilangan seorang teman, sahabat yang sangat kami kasihi,
Mogan Saygar. Dia pernah menjadi volunteer dan mendedikasikan waktunya selama
beberapa bulan di One Earth School untuk mengajarkan silambam (ancient Hindu
Martial art yang menjadi cikal bakal Kungfu di China). Pada hari Jumat pagi
dini hari, salah seorang sahabat di Malaysia (Yoganathan) mengabarkan berita
duka itu kepada kami.
“Mogan sudah
meninggal, saat berangkat kerja pada malam hari sebuah truk bermuatan 3 ton menghantamnya
dari belakang dan dia meninggal seketika.”
OMG… hanya air mata yang menetes. Berita ini begitu mengejutkan, tidak ada yang pernah menyangka bahwa hidup bisa berakhir begitu saja. Setelah mendengarkan berita itu, kami dan para siswa berdoa di aula sekolah untuk Mogan. Sadgati Praptir-astu Mogan. Selamat melanjutkan perjalanan.
Guruji Anand
Krishna menuliskan
ucapan belasungkawa pada IG beliau:
“Never ever
thought that our meeting would end so abruptly dear Mogan Saygar -
may you attain sadgati. One Earth School and Anand Ashram always remember you as
a true karma yogi. Our students trained by you in silambam will
carry the torch lit by you and other friends Porr Kalai Malaysia. Condolences
to the entire Majlis Porr Kalai and the immediate family - Om Namah
Shivaya Om Shanti Shanti Shanti.”
“Jangan pernah
berpikir bahwa pertemuan kita akan berakhir begitu saja Mogan Saygar yang
terkasih - semoga engkau mencapai sadgati. One Earth School dan Anand
Ashram akan selalu mengingatmu sebagai karma yogi sejati. Para siswa yang telah
kau latih silambam akan membawa obor yang dinyalakan olehmu dan teman-teman Porr
Kalai Malaysia yang lain. Belasungkawa kepada seluruh Majlis Porr Kalai
Malaysia dan keluarga dekat - Om Namah Shivaya Om Shanti Shanti Shanti.”
Guruji senantiasa mengingatkan bahwa kehidupan ibarat lautan. Kelahiran dan kematian ibarat gelombang di lautan. Pada saat gelombang naik, maka kelahiran terjadi. Pada saat gelombang turun, maka kita mengalami kematian. Tetapi naik dan turunnya gelombang tidak mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Kehidupan abadi adanya, tanpa awal dan tanpa akhir.
“Sebagaimana
setelah menanggalkan baju lama, seseorang memakai baju baru, demikian pula
setelah meninggalkan badan lama, Jiwa yang menghidupinya, menemukan badan baru.”
(Bhagavad
Gita 2:22, ditranskreasikan oleh Guruji Anand Krishna)
“Jiwa disebut Dehi:
yang berbadan, yang menghidupi badan. Tanpa adanya Jiwa, badan tidak ada. Dalam
hal ini, jiwa bertindak sebagai katalisator. Keberadaannya sudah cukup untuk
menghidupi dan menggerakkan badan. Sebagaimana kehadiran aliran listrik sudah
cukup untuk mengubah hydrogen dan oksigen menjadi air. Tentunya dengan kadar masing-masing
yang tepat.
“Listrik tidak
melakukan sesuatu. Ia hanya hadir, dan air “terjadi”. Begitu pula dengan
kehadiran Jiwa. Jiwa hanya hadir, dan badan menjadi hidup, indra pun bekerja
sesuai dengan kodratnya masing-masing.
“Krishna bicara
tentang daur ulang, recycling. Kita tidak sadar akan proses ini, maka
kita takut akan perubahan. Sebab itu kita menjadi gelisah. Apakah Anda menjadi
gelisah, karena setiap hari Anda harus berganti baju? Apa sulitnya melepaskan
pakaian lama dan menggantinya dengan pakaian baru?”
(Anand Krishna,
Bhagavad Gita, pp. 86-87).
Kepergian Mogan
mengajarkan kita begitu banyak hal. Jangan menyia-nyiakan waktu. Kita tidak
akan pernah tahu kapan hidup akan berakhir. Kita tidak tahu sampai kapan badan
ini akan dipinjamkan kepada kita. Rawat badan ini dengan sebaik-baiknya. Gunakan
badan ini untuk melayani masyarakat dan kemanusiaan.
Guruji selalu
mengingatkan bahwa tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk melayani umat
manusia. Jika kita diberikan kesempatan itu, terimalah semuanya sebagai berkah
dan gunakan kesempatan tersebut dengan baik. Bersyukurlah atas berkah yang
telah diberikan Keberadaan kepada kita.
“Dimana suka
cita masih berkuasa hingga kemarin, adalah duka derita yang meraja hari ini. Sang
Kala, Waktulah yang menentukan kapan musim gugur, dan kapan musim semi.
“Sang Kala,
Waktulah yang menentukan kapan siang, dan kapan malam. Masa lalu, masa kini,
dan masa depan – semuanya berada di bawah kekuasaannya. Segala hal dan semuanya
tunduk pada Waktu, ialah yang mengatur segala-galanya.
“Bulan,
matahari, serta bintang-bintang, planet-planet lain – semuanta berada di bawah
kekuasaan waktu. Bangkit dan jatuhnya kerajaan dan peradaban pun karena Waktu.
“Segala
kemegahan dan kegemerlapan terkalahkan oleh waktu. Sang Kala, Waktu adalah yang
menyediakan takhta empuk untuk diduduki, sekaligus mahkota berduri penuh
derita.
“Sebab itu,
wahai manusia, janganlah sekali-kali meremehkan Waktu. Kau tidak pernah tahu kapan
ia akan berbalik dan berubah…”
(Anand Krishna,
Alam Sini Alam Sana, pp. 114)
Komentar
Posting Komentar