Pemimpin, Seorang Berjiwa Pelayan

Guru selalu mengingatkan tentang makna dari seorang pemimpin sejati yaitu ia yang berjiwa pelayan. Apa ciri-ciri seorang pelayan?

Mereka adalah orang-orang yang mampu mengorbankan kepentingan pribadi, keluarga, golongan sendiri dan mengabdikan dirinya demi kepentingan masyarakat luas.

Pemimpin tidaklah sama dengan seorang boss. Ia yang hanya bisa memerintah saja, tidak memiliki kemampuan untuk mengayomi dan menjadi contoh yang baik. Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin, bukan dengan tujuan untuk melayani, tetapi hanya untuk tujuan-tujuan picisan, memenuhi ambisi pribadi dan ego semata. Tidak, orang-orang seperti itu tidaklah akan pernah mampu menjadi teladan, tidak akan mampu melayani, ego mereka terlalu tinggi untuk menundukkan kepala di hadapan orang lain.

Kita menemukan para boss seperti itu di setiap tikungan jalan, di setiap organisasi di dunia ini. Jika diperhatikan sekilas, orang-orang seperti ini bisa menipu, mereka terlihat saleh, santun, dan sebagainya. Tetapi jauh di lubuk hatinya, mereka sebenarnya malas, malas untuk berupaya lebih demi pengembangan diri, demi pengembangan jiwa. Kalaupun terkesan berkarya semua itu semata-mata demi kepentingan diri, entah untuk mendapatkan uang, nama, atau motivasi-motivasi luaran lainnya.

Untuk apa saya berupaya lebih, tidak dibayar pula untuk mengerjakan hal-hal lain di luar job des saya? Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir para materialis. Individu-individu seperti ini adalah para materialis, mereka belum mampu menembus kabut materi dan melihat spirit yang berada di balik materi, yang memberi kehidupan terhadap materi itu sendiri.

Guru selalu menyampaikan, “masalah utama manusia adalah “their innate laziness”, kemalasan bawaan.” Bisa jadi seorang individu berada dalam sebuah komunitas spiritual, dekat secara fisik dengan seorang Guru, tetapi jika tidak mau berupaya, tidak akan terjadi apa-apa dalam diri mereka.

Disiplin diri, itulah kunci dari segala-galanya. Disiplin adalah upaya terus-menerus, intensive and repetitive, upaya dengan penuh semangat dan penuh daya. Untuk bisa mendisiplinkan diri, seseorang harus melawan kemalasan bawaan mereka, memerangi zona nyaman mereka. Tetapi, siapkah kita untuk semua itu? Maukah kita menaklukkan kemalasan kita.

Para bijak dari timur mengatakan: “Mereka yang mampu mengendalikan diri mereka, telah mampu mendisiplinkan diri adalah seorang raja. Ia yang menguasai diri adalah penguasa jagat raya.” Apa maksudnya?

Ketahuilah, pengendalian diri memberikan kita kekuatan yang tidak terbatas. Pengendalian diri memberi kita kesaktian tiada tara. Bukan berarti kita tidak memiliki masalah, masalah tetap ada, tetapi masalah itu tidak akan mampu menguasai diri kita. Tidak akan mampu merobohkan diri kita.

Maukah kita berkomitmen dengan diri kita dengan mendisiplinkan diri mulai dari hal-hal sederhana.

  1. Bersediakah kita untuk tidur lebih awal dan “no more screen time” menjelang tidur?
  2. Bersediakah kita menginvestasikan waktu pagi dengan bermeditasi, berdoa dan exercise entah yoga, jalan pagi atau jogging.
  3. Bersediakah kita meluangkan lebih banyak untuk membaca buku sehingga dapat meng-update dan meng-upgrade diri?
  4. Bersediakah kita meluangkan waktu untuk berbicara dan berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita?
  5. Bersediakah kita melayani mereka yang ada di sekitar kita tanpa pilih kasih dan tidak mengharapkan apapun termasuk ucapan terima kasih?  

Di akhir kata, izinkan saya mengutip kata-kata Guru saya:

“Bebaskan diri dari perbudakan pikiran dan perasaan – karena hanyalah setelah itu kita dapat mengolah diri. Para budak tidak memiliki kebebasan untuk mengolah diri. Mereka mesti menjalani perintah majikan mereka. Para budak tidak memiliki pilihan lain selain membudak.”

“Janganlah menjadi budak. Bebas dulu. Kebebasan mesti menjadi agenda utama. Setelah itu, baru hal-hal yang lain” (Anand Krishna, dikutip dari buku Total Success hal.159).

Bebas dulu, disiplinkan diri terlebih dahulu, itu adalah hal pertama yang harus dilakukan. Tiada cara lain untuk membebaskan diri dari perbudakan selain dengan memberdaya diri, dengan mendisplinkan diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Anand Krishna, The Gospel of Love

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava