Memilih Berkeluarga atau Menjadi Pengabdi?

“Having many girlfriends”, someone has said, “doesn’t mean you are handsome.”

Empower yourself! Prove your worth by yourself. Test your inner strength and integrity when thing go wrong, yet you do not detract from the Path of Dharma and excel in Shreya, undisturbed by whatever comments are passed by the mediocres.

(Anand Krishna)

 

Sebuah pesan yang menarik untuk direnungkan bersama:

Seseorang berkata: “Memiliki banyak pacar bukan berarti kau tampan/cantik”. Berdayakan dirimu. Buktikan kelayakanmu. Kekuatan tekad and integritasmu hanya akan teruji saat kau menghadapi persoalan, tetapi engkau tidak mundur dari dari Jalan Dharma, dan mampu memilah antara yang tepat dan yang tidak tepat. Kau juga tidak terganggu dengan pendapat yang dilontarkan oleh para mediocre, orang yang lumayanan.

Selama ini, kita selalu mengikuti kebiasaan massa. Saat semua orang berbondong-bondong memiliki pacar/pasangan, maka kitapun harus menjalani apa yang mereka jalani. Pertanyaanku, haruskah seperti itu?

Atau kebiasaan lain dimana seseorang dikatakan cantik/tampan, atau “sudah laku” jika dia memiliki banyak pacar. Apakah paradigma itu benar adanya?

Secara pribadi, akupun pernah memiliki pandangan serupa karena semua orang memiliki cara pandang seperti itu. Akupun pernah takut untuk menjadi berbeda dari kebiasaan massa. Pandangan itu berubah sejak aku bertemu dengan Guruji Anand Krishna. Beliau membuatku tersadar bahwa memiliki pacar/pasangan bukanlah satu-satunya hal yang bisa dijalani dalam hidup ini. Dunia ini begitu luas, masih ada banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk membuat dunia ini sedikit lebih baik saat kita tinggalkan, selain hanya urusan beranak-pinak.

Dalam tradisi Sanatana Dharma, pernikahan bukanlah sebuah kewajiban. Setiap individu memiliki kebebasan atas hidupnya, mau menikah atau tidak menikah, itu adalah urusan pribadi masing-masing. Yang jelas, dari apa yang aku pahami bahwa itu bukanlah tujuan akhir dalam hidup ini. Bagi yang siap untuk berkarya dan mempersembahkan sisa hidupnya untuk melayani semua mahluk, maka tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menempuh jalur itu.

Aku secara pribadi tersentuh oleh visi dan misi Guruku: Satu Bumi, Satu Langit, Satu Kemanusiaan. Visi ini dituangkan dalam salah satu sayap organisasi di bidang pendidikan yaitu Yayasan Pendidikan Anand Krishna (One Earth School).

Selama menjadi guru, aku mengamati banyak anak-anak yang memiliki permasalahan dalam keluarga, dan aku hanya bisa terenyuh memperhatikan mereka. Dalam hati aku berkata: “Kemanakah mereka bisa berpaling saat semua keadaan menjadi tidak menentu?” Saat melihat penderitaan mereka, aku berkata kepada diriku: “Aku harus melakukan sesuatu untuk mereka. Aku ingin hadir dalam hidup mereka, aku ingin bersama mereka, melayani mereka untuk keluar dari derita yang mereka alami.”

Aku sadar sepenuhnya: jika aku memilih untuk berkeluarga, maka aku tidak akan bisa memberikan waktu, energi dan kehadiranku untuk mereka seutuhnya. Mereka tidak akan pernah menjadi prioritas untukku. Tidak, aku tidak ingin itu terjadi, dan tidak boleh jika sampai terjadi. Bagiku, mereka adalah segala-galanya, satu-satunya prioritas dalam hidupku. Mereka adalah masa depan dari bangsa ini. Jika aku berkeluarga, aku hanya bisa melayani satu atau dua orang anak saja. Jika aku tidak berkeluarga, maka aku bisa melayani begitu banyak anak. Jika aku hanya sibuk mengurusi keinginan dan kenyamanan pribadiku, aku tidak akan pernah bisa berkontribusi bagi kemajuan bangsaku, bagi umat manusia.

Dharma adalah segala-galanya. Aku hidup di dalamNya. Dan raga ini adalah pemberianNya,  satu-satunya hal yang kumiliki dalam hidup ini. Suatu saat nanti, raga ini akan punah, entah kapan. Sebelum raga yang dipinjamkan kepadaku ini merapuh dan tergolek tak berdaya, biarkan aku melayaniMu. Melayani percikan diriMu yang aku lihat dalam diri anak-anak itu. Sampai hari itu tiba, semoga aku senantiasa mengingatMu, mengingat ikrar setiaku untuk selalu melayaniMu. Untuk hidup dalam kasihMu. Untuk senantiasa menyadari, bahwa Kau adalah satu-satunya Cinta dalam hidupku. Hati yang satu ini, aku serahkan kepadaMu.

Apalah artinya hidup jika kita tidak mampu untuk berbuat sesuatu demi kebaikan banyak orang. Hidup tidak akan pernah bermakna jika kita hanya hidup untuk diri kita sendiri.

Mewujudkan visi dan misi Guruji adalah kebahagiaanku. Beliau adalah segala-galanya. Tawa dan tangisku, siang dan malamku, suka dan dukaku. Dalam hadirNya, hatiku penuh oleh Kasih. Dalam ketiadaaNya, aku akan merindukanNya begitu hebat. Rindu yang mungkin akan merajam hatiku lagi-lagi, tetapi Cinta itu tidak akan pernah mati. Cinta itu akan senantiasa hadir. Dengan raga ataupun tanpa raga, CintaNya akan abadi, menembus ruang dan waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum