Manusia Sampurna, Hasil Akhir Pendidikan yang Tepat
“Setiap orang membutuhkan 4 alat (sarana)
untuk kematangan jiwa – kematangan, yang biarlah saya tegaskan, melebihi
kedewasaan usia saja. Alat-alat (sarana-sarana) yang dimaksud adalah: 1)
koordinasi fisik; 2) pengendalian emosi; 3) kehendak yang kuat; 4) kejernihan
intelektual.”
(Swami Kriyananda sebagaimana dikutip dari
Buku Sanyas Dharma karya Anand Krishna)
Pelajaran awal yang ditempuh oleh anak manusia pada 6 tahun
pertama dalam kehidupannya adalah bagaimana ia belajar untuk mengkoordinasikan
fisiknya dengan baik. Misalnya: salah
satu pelajaran dasar yang harus ia pelajari adalah “toilet training”. Mereka harus belajar bisa untuk bisa
mengendalikan diri supaya tidak ngompol terus
dan menggunakan toilet untuk keperluan tersebut.
Pelajaran koordinasi fisik adalah tahap awal dari
pengendalian diri seorang anak manusia menuju jenjang selanjutnya. Pada tahapan
ini, mereka belum mampu untuk mengendalikan emosi. Mereka bisa menangis kapan
saja tanpa mempedulikan tempat dan waktu. Bahkan sering kita melihat di
keramaian mall seorang anak menangis berguling-guling dan berteriak kencang
ketika tidak dibelikan mainan yang diinginkannya.
Masa 6 tahun berikutnya sering dikenal dengan istilah “golden year”. Masa dimana lapisan
mental dan emosional seorang anak mulai berkembang. Dalam masa ini, seorang
anak terstimuli dan terinspirasi oleh cerita-cerita yang ia dengar, buku-buku
yang ia baca, oleh acara-acara yang ditontonnya baik dari TV maupun media sosial,
oleh keadaan di keluarga, lingkungan sekitar dan dari lingkungan pergaulannya.
Fase ini adalah fase pembentukan karakter seorang anak.
Peran Pendidikan Budi Pekerti baik di keluarga maupun di
sekolah sangat penting bagi perkembangan karakter anak. Pendidikan Budi Pekerti
harus menjadi landasan dalam pendidikan keluarga dan pendidikan di sekolah.
Pendidikan Budi Pekerti adalah landasan berpijak bagi seorang anak untuk
keberlangsungan masa depannya. Mereka harus diajari nilai-nilai universal
kehidupan seperti kejujuran, kedisiplinan, cinta kasih, kepedulian, dsb.
Kekacauan sebuah bangsa bermula dari kegagalan pada
pendidikan di usia “GOLDEN YEAR” ini. Orang tua maupun guru harus menyadari bahwa
seorang anak bukanlah sebuah kertas kosong yang tinggal ditulisi dan diberikan
“programming” berupa keilmuan maupun
skill tertentu. Mereka membawa kecenderungan-kecenderungan bawaan dari masa
lalu, dari kelahiran sebelumnya. Percaya tidak percaya, reinkarnasi adalah
sebuah keniscayaan dimana para psikolog sudah banyak yang melakukan penelitian
di bidang itu. Dalam beberapa puluh tahun ke depan, reinkarnasi akan menjadi
sebuah science yang tidak
terbantahkan dengan banyaknya penelitiaan-penelitian ilmiah yang dilakukan para
ilmuwan.
Kecenderungan-kecenderungan itu ada yang baik dan ada yang
tidak baik. Kita bisa dengan mudah mendeteksi kecendurungan-kecenderungan tidak
baik pada masa-masa awal kehidupan seorang anak. Semakin dini kita mampu
mendeteksi hal tersebut, semakin cepat juga kita bisa “membantunya” untuk men-delete kecenderungan merusak tersebut
sehingga bisa diarahkan untuk menjadi sifat/karakter yang lebih konstruktif
sehingga ia bisa menjadi pribadi yang mampu berkontribusi bagi bangsa, negara
dan dunia.
Saat
memasuki usia pubertas, sekitar usia 13 tahun ke atas…
Anak-anak akan mulai memberontak dan menguji kekuatan
mental, emosinal dan kehendaknya. Pada masa ini, energi seorang anak menjadi
berlipat ganda dan jika tidak diarahkan, kerusakan yang terjadi akan cukup
sulit ditangani dengan semakin bertambahnya usia mereka. Sebaiknya, seorang
anak diajarkan untuk mengendalikan emosi dan mentalnya sebelum memasuki usia
pubertas sehingga mereka bisa melewati masa pubertas dengan baik dan tidak
mengalami kehancuran karena tidak mampu melakukan pengendalian diri.
Sebagai seorang guru, saya sering menerima keluhan dari
orang tua dimana anak mereka yang sedang memasuki pubertas mulai membantah dan
melawan orang tuanya. Mereka juga biasanya mulai menjauh dari orang tua dan
lebih memilih teman-temannya sebagai tempat untuk berbagi bercerita. Pengaruh
lingkungan pertemanan berperan sangat penting bagi perkembangan dirinya. Orang
tua harus tetap memegang kendali dan tegas dalam menasehati anak untuk memilih
lingkungan pergaulan yang tepat. Lingkungan pergaulan dan pertemanan yang buruk
hanya akan menghancurkan masa depan mereka. Guru saya selalu berkata: “lebih baik kurang gaul daripada salah gaul.”
“Pergaulan yang Anda miliki mempengaruhi
kualitas hidup Anda. Pergaulan yang baik menjamin hidup yang baik. Sementara
pergaulan yang buruk menjadikan hidup yang buruk pula.” (Anand
Krihsna, 108 Power Pill of Wisdom, hal. 73)
Selanjutnya sekitar usia 19 tahun ke atas…
Seorang remaja mulai menentukan jalur hidupnya sendiri dan
tidak ingin diintervensi. Sampai masa inipun, seorang anak masih membutuhan
arahan yang tepat. Sekali lagi tanpa pengendalian diri, ia hanya akan membawa
kehancuran bagi dirinya, tumbuh menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab
dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Kita sudah membahas tentang pengendalian fisik dan
pengendalian emosi, sekarang kita akan membahas kehendak yang kuat dan
kejernihan intelek…
Kehendak yang kuat (will power) adalah semangat membara untuk
menjalani hidup. Saya teringat dengan sharing seorang usahawan muda di bidang
keuangan tentang modal utama untuk memulai sebuah start-up, usaha rintisan…
Yang dibutuhkan akan will power, semangat yang membara
seperti “nuclear engine”, mesin
reactor nuklir, bukan mesin diesel. Bagaimana untuk tetap bekerja dengan
semangat membara selama 2-3 tahun awal, dengan perjuangan dimana ia nyaris
tidak mendapatkan uang dalam usaha yang dirintisnya. Apa yang menjadi “bahan
bakar nuklirnya” sehingga dia mampu terus bersemangat menghadapi masa-masa
sulit dalam bisnisnya? Hal itu dikarenakan usaha tersebut dibangun atas
landasan kepentingan untuk menyejahterakan orang banyak dimana ia ingin
mengetaskan kemiskinan yang ada di daerah perdesaan. Bukan hanya memberikan
pinjaman uang kepada para usaha mikro khususnya kaum perempuan di perdesaan. Tetapi
juga mendidik mereka untuk mengelola keuangan dengan tepat sehingga
meminimalisir resiko kerugian dalam usaha. Alhasil, tingkat keberhasilan
pengembalian pinjamannya mencapai 99%.
Selanjutnya tentang kejernihan intelek…
Kejernihan intelek adalah kebijaksanaan. Kemampuan untuk
membedakan antara yang tepat dan yang tidak tepat. Dalam hidup ini, kita sering
dihadapkan pada pilihan untuk mengambil keputusan-keputusan sulit dalam hidup.
Untuk itu, kita harus memiliki landasan pengetahuan untuk melihat sebuah permasalahan
dari berbagai sisi. Kita harus memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan.
Memahami kemungkinan dan resiko yang akan kita hadapi kelak. Memiliki kemampuan
untuk melihat jauh ke depan sangat penting, sehingga kita tidak menyesali
keputusan yang kita ambil di masa mendatang. Membuat kita mampu bertanggung
jawab atas setiap konsekuensi yang harus kita pikul atas keputusan yang kita ambil dan tidak
menyalahkan orang lain.
Ketika seorang anak manusia memiliki koordinasi fisik yang
baik, mampu mengendalikan emosi, memiliki kehendak yang kuat, jernih
intelektualnya, maka akan ia tumbuh menjadi manusia yang utuh, manusia yang
sampurna. Dan sekali lagi Guru saya mengingatkan:
"Memanusiakan manusia,
menumbuhkembangkan nilai-nilai perikemanusiaan, membangun budi pekerti,
semestinya itu yang menjadi Tujuan Pendidikan..."
Ingatlah, bahwa seorang guru (termasuk orang tua sebagai guru
di rumah) diibaratkan seperti sebuah tangki air. Anak-anak kita adalah air yang
keluar dari tangki tersebut. Untuk membuat mereka menemukan kemuliaan diri
mereka. Untuk membuat mereka menyadari kemanusiaan diri, maka kita harus
menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita. Bukan hanya guru di sekolah,
para orang tuapun wajib berkontribusi bagi perkembangan jiwa mereka, wajib untuk
menjadi teladan dan memberikan contoh yang baik bagi anak-anak kita. Hanya
inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan bangsa kita dari kehancuran lebih
lanjut.
Picture courtesy: Character Education (bit.ly/3i5msW3)
Komentar
Posting Komentar