Peran Pemandu Dalam Kehidupan
Dalam setiap jenjang dalam ini, kita membutuhkan peran mentor. Contoh kecil, apakah kita bisa sukses melakukan toilet training jika tidak diajarkan oleh orang tua/teacher di sekolah? Tentunya tidak bukan. Kita tidak langsung bisa buang air kecil pada tempatnya tanpa diajarkan oleh siapapun. Jika hal-hal sederhana itu saja kita membutuhkan seorang mentor, maka dalam setiap jenjang di kehidupan ini tentulah kita membutuhkan bantuan mentor. Jangan sombong, jangan arogan seolah kita bisa melakukan segala hal seorang diri dan tidak butuh tuntunan seorang mentor. Sikap seperti ini akan membuat kita terjungkal dalam sekejap dan terperosok ke dalam jurang.
Saat ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri, aku memilih
2 orang dosen, yang salah satunya akan kujadikan kandidat pembimbing.
Dua-duanya memiliki track record yang
bagus dalam bidang akademik, dua-duanya pernah bersekolah S2 dan S3 di luar
negeri. Yang satu dapat diakses dengan mudah, dan yang lagi satu cukup sulit
untuk diakses karena kesibukannya. Akhirnya aku memilih dosen yang mudah
diakses tersebut, yang accessible tersebut.
Selain itu, beliau juga menamatkan sekolahnya di Australia, dan memang aku
ingin menyasar Australia sebagai tempat untuk melanjutkan sekolah.
Setelah selesai kuliah, aku menghadap beliau secara pribadi
dan menyatakan keinginanku untuk melanjutkan S2 ke Australia. Bak gayung
bersambut, beliau langsung menyatakan kesediaan beliau sebagai mentor dan
selama hampir 4 tahun aku berada di bawah bimbingan beliau. Perjuangan ini
tidaklah mudah, dan akan lebih tidak mudah bagiku jika aku tidak memiliki
seorang mentor.
Seorang mentor sudah mengalami terlebih dahulu apa yang
kita alami. Mereka sudah tahu liku-liku dan masalah-masalah yang mungkin
terjadi dalam perjalanan. Dengan berada di bawah bimbingan seorang mentor,
hidup kita menjadi lebih terarah. Mereka juga akan selalu mengingatkan dan
menegur kita ketika kita salah jalur. Seorang mentor akan membantu kita membuat
perencanaan yang matang dan menyemangati kita untuk terus berproses dalam
menindaklanjuti perencanaan yang kita buat sehingga menjadi sebuah kenyataan.
Di atas segalanya, seorang mentor akan mengevaluasi perkembangan diri kita
secara berkala, sehingga kita tahu sudah sampai dimana.
Ya, aku katakan aku adalah orang yang sangat beruntung bisa
bertemu dengan para mentor yang bersedia memberikan bimbingan tanpa pamrih. Tapi
sebelum mereka memberikan bimbingan, kitalah yang harus mengambil langkah
pertama. Kita yang harus mendekati sang mentor, menundukkan kepala kita di
hadapannya dan menyatakan bahwa kita belum apa-apa dan masih membutuhkan
bimbingan. Hanya dengan cara seperti itu kita akan mengetuk hati sang mentor
yang tidak lain adalah wujud dari Keberadaan itu sendiri.
Keberuntunganku yang paling utama dalam hidup ini
adalah aku diberikan kesempatan untuk bertemu seorang pemandu hidup, yaitu
Guruji Anand Krishna. Ada sebuah pepatah dalam salah satu tradisi Persia Kuno
yaitu “Be Pir”. Pepatah ini merupakan sebuah sindiran bahwa ketidakberuntungan
orang bukan karena seseorang tidak punya harta, pasangan, keluarga atau hal
lainnya. Tetapi seseorang dikatakan tidak beruntung jika ia tidak memiliki
pemandu spiritual.
Kepada Sang Guru, kuserahkan diriku seutuhnya. Di bawah bimbingannya aku terus beproses dan memperbaiki diri. Perjalanan ini bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi ini adalah satu-satunya jalan menuju pembebasan dengan cara melayani sebanyak-banyaknya orang. Keberuntunganku yang lain adalah aku diberikan kesempatan untuk bisa melayani 150 siswa setiap hari di sekolah, semua ini adalah berkah dari seorang Guru. Berkah yang aku tahu tidak semua orang mendapatkannya dalam setiap masa kehidupan. Vahe Guru, Kau sungguh luar biasa. BerkahMu adalah segala-galanya. Ribuan kata takkan pernah cukup mewakili rasa terima kasih atas kehadiranMu dalam kehidupan ini. Dalam setiap kelahiran, kehidupan dan kematian, semoga aku selalu mengingat KasihMu.
Aku tidak pernah bertemu dengan Keberadaan. Bagiku, wujud
Keberadaan yang paling nyata adalah Guruku. Dalam wujud yang berdarah dan
berdaging itu, aku menemukan kasih dan tuntunanNya. Dari yang tidak nyata, Dia
menjelma menjadi yang nyata. Guru, Engkau adalah keduanya, Yang Nyata dan Yang
Tidak Nyata. Guru, Engkau adalah segala-galanya.
Berikut tersampir sebuah penggalan cerita dari salah satu buku terbaru karya Guruji Anand Krishna
yang berjudul Alam Sana Alam Sini yang terkait dengan peran mentor dalam
perspektif manajemen waktu.
“Di mana suka cita masih berkuasa hingga kemarin, adalah duka derita yang meraja hari ini. Sang Kala, Waktulah yang menentukan kapan musim gugur, dan kapan musim semi.
“Sang Kala, Waktulah
yang menentukan kapan siang dan kapan malam. Masa lalu, masa kini, dan masa
depan – semuanya berada di bawah kekuasaannya. Segala hal dan semuanya tunduk
pada Waktu, ialah yang mengatur segala-galanya.
“Bulan, matahari, serta
bintang-bintang, planet-planet lain – semuanya berada di bawah kekuasaan Waktu.
Bangkit dan jatuhnya kerajaan dan peradaban pun karena Waktu.
“Segala kemegahan dan
kegemerlapan terkalahkan oleh waktu. Sang Kala, Waktu adalah yang menyediakan
takhta empuk untuk diduduki, sekaligus mahkota berduri penuh derita.
“Sebab itu, wahai
manusia, janganlah sekali-kali meremehkan Waktu. Kau tidak pernah tahu kapan ia
akan berbalik dan berubah…”
“Lagu kesayangan Naraindas alias Navin ini menggugah kita,
menuntun kita untuk menghormati setiap putaran roda Sang Kala. Adalah sebuah berkah yang tak terhingga
bahwa dia bisa bertemu dengan seorang Guru, seorang pemandu yang easily
accessible – mudah diakses, ditemui, diminta pendapatnya. Sayang, dia
menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Akibatnya…dia mesti menunggu selama lebih dari 100 tahun.
Dia mesti mengalami 2 kali kelahiran dan kematian, sebelum melanjutkan
perjalanannya. Tapi, adalah jaminan bila setelah 2 kali kelahiran dan kematian
pun, ketika bertemu dengan Sang Guru, ia akan mengenalinya? Sesungguhnya tidak
ada jaminan sama sekali. Kita hanya bisa berdoa supaya kelak ia mengenalinya.
“Tidak
semua orang ditakdirkan menjadi pelayan umat manusia. Tidak semua orang
mendapatkan kesempatan untuk memperluas cakupan dan jangkauan pelayanannya,
sehingga dapat merangkul seluruh umat manusia.
Naraindas pernah mendapatkan kesempatan itu, dan ia menyia-nyiakannya.
“Ia tidak menghormati kesempatan tersebut, ia tidak menghormati
waktu – sekarang ia mesti menunggu waktu untuk kesempatan berikutnya.
“Sebab
itu, wahai manusia, janganlah sekali-kali meremehkan Waktu. Kau tidak pernah
tahu kapan ia akan berbalik dan berubah…”
(Anand
Krishna, Alam Sini Alam Sana, pp. 114 – 115)
Picture
courtesy: https://bit.ly/30Qr3an
Komentar
Posting Komentar