Penerapan Kurikulum Merdeka di One Earth School
Perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini. Tiada yang dapat menghindari perubahan karena perubahan adalah hukum alam yang membuat kehidupan ini terus berjalan secara dinamis.
“Setiap masa adalah masa adalah masa baru. Tiada masa lama yang berulang. Berapa banyak masa dan orde yang telah kita lewati dalam satu masa kehidupan saja? Masa di dalam masa (Anand Krishna, The Science of Fear Management & The Art of Being Happy).”
Kehidupan manusia juga berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mari kita telaah dan kaji secara lebih mendalam tentang perkembangan sosial kemasyarakatan kita dan kaitannya dengan dunia pendidikan.
Tahapan Revolusi Industri |
Society 1.0 atau Hunting Society
Pada era ini, kehidupan sosial kemasyarakatan kita dikenal dengan masa berburu dan meramu. Di masa ini, nenek moyang kita hidup berpindah-pindah alias nomaden. Mereka berpindah mengikuti jejak binatang buruan dan tinggal di dalam gua-gua. Jika kita bayangkan pendidikan pada zaman itu, pastilah para tetua mengajari anak-anaknya cara menggunakan panah, tombak dan berbagai peralatan lainnya yang digunakan untuk keperluan berburu.
Society 2.0 atau Agrarian Society
Sejarah kehidupan manusia beranjak menjadi masyarakat agraris. Manusia mulai hidup menetap, dan membuat rumah. Mereka sudah mulai bertani dan membudidayakan hewan untuk kepentingan pertanian. Jika saat berpindah-pindah tidak dikenal kepemilikan tanah, maka pada masa ini mulai ada kepemilikan lahan dan muncul strata sosial di dalam masyarakat. Alat-alat yang digunakan dalam era ini juga berubah, jika sebelumnya menggunakan panah, dan tombak saat berburu, maka sekarang sudah menggunakan cangkul, sabit dan alat pertanian lainnya. Pendidikan yang diberikan dari para tetua kepada generasi muda mereka juga berubah. Mereka diberi pendidikan tentang praktek-praktek pertanian dan peternakan. Jika mereka masih diajarkan cara menggunakan panah dan tombak, maka pelajaran itu sudah kadaluarsa, out of date. Mereka diajarkan cara menggunakan cangkul, bajak, sabit, memilih bibit tanaman yang baik, dsb.
Society 3.0 atau Industrial Society
Tatanan masyarakat pada zaman ini dikenal dengan Industrial society. Pada masa ini, sudah ditemukan teknologi mesin uap dan mulai muncul industri manufaktur. Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengoperasikan peralatan, mesin dan tenaga kerja dalam suatu medium proses untuk mengolah bahan baku, suku cadang, dan komponen lain untuk diproduksi menjadi barang jadi yang memiliki nilai jual. Dari tatanan sosial, mulai terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota karena sebagian besar industri tersebut berada di wilayah perkotaan.
Pada masa ini, mulai muncul sekolah-sekolah formal yang mengajarkan calistung: baca, tulis dan hitung. Sekolah-sekolah ini mempersiapkan manusia untuk menjadi tenaga kerja di pabrik dan sekolah didesain sesuai dengan kebutuhan pabrik. Sistem ujian sekolah dengan konsep pilihan ganda yang dilengkapi dengan kunci jawaban dibuat semata-mata untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk masuk ke dalam industri manufaktur.
Mari kita pelajari analogi sederhana kaitan antara soal pilihan ganda dengan industri manufaktur. Anda adalah seorang pekerja di pabrik garmen, dan diminta oleh bos Anda untuk memproduksi baju dengan desain yang sudah ditentukan. Kerah, lengan dan semua bagian-bagian lain dari baju sudah didesain. Baju itu harus memiliki sebuah kantong yang ada di bagian atas dan kancing bajunya berjumlah 10 buah. Ketika Anda memproduksi baju tersebut, hasilnya harus sama seperti yang diminta, anda tidak bisa semau Anda dan memindahkan posisi kantong baju ke bagian bawah dan kancingnya hanya ada 5 buah. Anda akan ditegur dan dimarahi oleh bos Anda. Soal pilihan ganda dengan kunci jawaban dibuat supaya Anda menjadi patuh terhadap sistem dalam industri manufaktur.
Society 4.0 atau Information Society
Bagaimana dengan kondisi saat ini? Saat tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin dan robot. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh tenaga manusia secara perlahan mulai digantikan oleh mesin. Coba kita perhatikan mesin ATM, sekarang di ATM tidak hanya bisa untuk mengambil uang, tetapi kita juga bisa menabung di sana. Di masa depan, teller bank akan digantikan oleh mesin secara perlahan. Berikut adalah beberapa daftar pekerjaan yang akan digantikan oleh teknologi dan mesin di masa depan: pekerja pabrik, industri perakitan, supir, resepsionis, kasir, dokter, tentara, dll. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute, lebih dari 800 juta orang pada tahun 2030 akan kehilangan pekerjaan akibat pengaruh dari otomatisasi robot dan AI (artificial intelligence). World Economic Forum (WEF) mengestimasi bahwa 65% murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada bidang pekerjaan yang belum ada saat ini.
Bagaimana dunia pendidikan menghadapi tantangan pada information society?
Dunia pendidikan menjawab tantangan pada information society dengan Taksonomi Bloom menggunakan versi yang telah direvisi. Apa itu Taksonomi Bloom? Taksnomi Bloom adalah tingkatan/hirarki kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran. Mari kita cermati lebih seksama tentang tingkatan taksa pada Taksonomi Bloom dari level paling rendah menuju ke level paling tinggi:
Taksonomi Bloom |
1. Remembering atau mengingat, level C1
2. Understanding
atau memahami, level C2
3. Applying atau mengaplikasi,
level C3
4. Analyzing atau
menganalisis, level C4
5. Evaluating
atau evaluasi, level C5
6.
Creating atau mencipta, level C6
Level berpikir C1 – C3 dimasukkan dalam katagori Lower-Order Thinking Skill (Cara Berpikir Level Rendah) dan level berpikir C4 – C6 termasuk katagori Higher-Order Thinking Skill (Cara Berpikir Level Tinggi).
Untuk memahaminya, kita analogikan secara sederhana dengan menggunakan contoh membuang sampah. Pada level berpikir C1 (mengingat), seorang pendidik mengenalkan konsep tentang sampah dan mengajarkan cara membuangnya di tempat sampah. Jika siswa diberikan soal sebagai berikut:
Dimanakah kalian harus membuang
sampah?
a. selokan
b. sungai
c. pinggir jalan
d. tempat sampah
Anak-anak akan menjawab soal tersebut dengan mudah dan memilih opsi D (tempat sampah) sebagai jawaban. Pada level berpikir C1 (mengingat), semua informasi dalam proses belajar masih sebatas pada ingatan dan hafalan, hari ini mereka diajarkan materi, besok mereka akan melupakannya dengan cepat. Informasi yang diterima oleh otak dalam waktu 30 menit akan hilang sebanyak 60%.
Pada level berpikir C2 (memahami), pembelajaran tentang membuang sampah pada tempatnya diulang secara terus menerus. Mereka paham akan jawabannya tetapi belum tentu mampu melakukan aksi nyata untuk selalu membuang sampah pada tempatnya. Tahu teori, tetapi belum tentu mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya kita melangkah menuju level berpikir C3 (mengaplikasi). Karena sudah memahami, siswa bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan membuang sampah di tong sampah. Jika kita telusuri lebih lanjut dan bertanya kepada mereka pada level ini dengan pertanyaan: Mengapa kamu membuang sampah di tempat sampah? Jawaban yang mungkin kita terima pada level berpikir C3 (mengaplikasi) ini mungkin: “Saya membuang sampah karena takut pada guru. Jika tidak membuang sampah di tempat sampah, saya akan dimarahi dan nilai pelajaran Budi Pekerti saya menjadi jelek.” Jika kita cermati jawabannya, maka cara berpikir pada level C3 (mengaplikasi), masih dikatakan cara berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking).
Di level berpikir C4 (menganalisis), siswa yang membuang sampah pada tempatnya mampu menganalisis permasalahan dan memberikan alasan yang tepat mengapa harus membuang sampah pada tempatnya. Siswa yang mampu berpikir di level C4 (menganalisis) dapat memberikan alasan logis mengapa ia membuang sampah pada tempatnya, misalnya urusan estetika. Sampah yang dibuang sembarangan merusak pemandangan dan berbau busuk. Selain itu, jika kita membuang sampah ke sungai, maka hal tersebut dapat mengakibatkan banjir karena sampah menyumbat saluran air. Jadi, pada level C4, mereka memiliki penalaran logis dan melakukannya dengan penuh kesadaran, bukan karena dipaksa atau takut.
Kita sekarang beranjak pada level berpikir C5 (mengevaluasi). Karena sudah mampu menganalisis dengan baik, anak tersebut bisa berpikir lebih jauh. Ia memahami dengan baik bahwa sampah plastik sulit sekali diurai, bahkan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa diurai. Ia kemudian memiliki inisiatif untuk mulai memisahkan antara sampah organik, dan sampah plastik. Sampah plastik kemudian ia serahkan ke bank sampah untuk dikelola lebih lanjut.
Tingkatan taksa terakhir dari Taksonomi Bloom adalah cara berpikir level C6 (mencipta). Pada tingkatan ini, seorang anak mampu berpikir dan berkreasi untuk menciptakan sesuatu. Ia berinisiatif lebih jauh karena tersentuh oleh permasalahan yang ada di sekitarnya terkait dengan permasalahan sampah. Ia kemudian mendaur ulang sendiri sampah organik dengan membuat kompos. Selain itu, ia berinisiatif untuk membuat bank sampah sendiri, mengajak dan mengorganisir teman-temannya untuk membuat kerajinan dari sampah plastik.
Berdasarkan permasalahan yang sudah disampaikan di atas, maka pemerintah berencana untuk mengganti Kurikulum 2013 (K13) dengan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka menitikberatkan pada pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning) dimana ke depan tidak akan ada lagi ujian pelajaran berbentuk pilihan ganda. Pembelajaran dengan konsep Project Based Learning menekankan pada kolaborasi beberapa mata pelajaran dengan tujuan untuk menciptakan sesuatu serta menekankan pentingnya proses dan kolaborasi antar siswa.
Berikut adalah salah satu hasil dari pembelajaran Project Based Learning di One Earth School yang mengkolaborasikan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, serta Seni Budaya dan Prakarya.
Bagi One Earth School, permasalahan di atas ini bukanlah sebuah wacana baru karena sudah dikemukakan oleh Guruji Anand Krishna puluhan tahun yang lalu sebelum mendirikan One Earth School. Ketika zaman berubah maka manusia haruslah mampu untuk menyesuaikan diri supaya tidak tergerus oleh perubahan. Kemampuan manusia untuk beradaptasi terhadap perubahan adalah kualitas dari karakter manusia.
Berikut adalah pandangan Guruji Anand Krishna tentang tujuan utama pendidikan dalam Buku Bringing The Best In The Child, halaman 59 – 62:
“Pendidikan, seperti yang kita semua tahu, dimaksudkan untuk “memunculkan yang terbaik dalam diri anak.” Tapi, apa yang terbaik yang ada dalam diri anak? Ya, yang ada “dalam diri” anak, bukan “dalam seorang” anak. Yang terbaik “dalam diri” anak tidak ada kaitannya dengan potensi bawaan seorang anak. Apa yang terbaik dalam diri anak sama halnya seperti…
“Yang Terbaik dalam Diri Manusia. Ini tidaklah sama seperti “potensi tersembunyi” dalam diri anak
yang kelak membuatnya menjadi dokter yang baik, insinyur yang bagus, penulis
produktif, politisi yang waras, atau seorang profesional sukses di bidang
tertentu. Profesi dan kesuksesan semacam itu hanyalah membantu mereka menjadi
anggota yang layak dalam masyarakat dan memastikan hidup mereka berkecukupan.
Kesuksesan materi dan pencapaian semacam itu bukanlah “hal terbaik” dari dan
dalam diri seorang manusia.
“Coba renungkan…
“Apa hal terbaik dari Gandhi? Apa hal terbaik dari Martin Luther King, Jr.? Apa hal terbaik dari Nelson Mandela?
“Saya sengaja memilih ketiganya, sebab ketiganya sama-sama belajar ilmu hukum, ketiganya juga adalah pengacara. Tapi, apakah kita mengingat mereka karena profesi mereka? Kita tidak menentang profesi mereka, tidak sama sekali. Kita dapat menanyakan pertanyaan yang sama tentang Vivekananda, Krishnamurti, Baba; atau Soekarno, Nehru – atau, para pemimpin besar lainnya – sebagian dari mereka bahkan tidak tamat SMA, contohnya Baba dan Krishnamurti. Vivekananda adalah seorang drop-out, mahasiswa yang tidak menyelesaikan pendidikan universitasnya. Namun, mengapa kita mengenang mereka dengan penuh penghormatan?
“Yang Terbaik dalam Diri Mereka adalah Kemanusiaan Mereka. Ya, kita harus senantiasa ingat bahwa yang terbaik dalam diri anak, yang terbaik dalam anak manusia – dalam masing-masing dari kita – adalah kemanusiaan kita. Apakah kita menghormati, apakah kita memuliakan tubuh manusia yang kita gunakan ini; atau malah justru meremehkan dan melecehkannya?
“Jangan salah paham, saya tidak mengatakan mendidik seorang anak, seorang siswa di bidang sains dan seni tidaklah penting. Tidak sama sekali. Aspek tersebut juga dibutuhkan, tetapi jangan sampai kita lupa, bahwa jika seorang anak tumbuh menjadi seorang dokter, pengacara, insinyur; atau seorang politisi, seorang anggota parlemen – atau profesi apapun – tanpa kemanusiaan, tanpa rasa hormat yang amat sangat mendalam terhadap nilai-nilai, hak-hak dan martabat kemanusiaan – maka ia hanya akan menjadi seorang monster, yang hanya bisa meneror masyarakat untuk kepentingannya sendiri.
“Oleh karena itu, jangan sampai kita salah memahami “yang terbaik” dalam diri anak sebagai keahlian tertentu atau sekadar potensi saja. Yang terbaik dalam diri anak adalah sisi manusiawi, kemanusiaannya. Ini penting – amat sangat penting – untuk diingat.
“Kita butuh sekolah, institusi pendidikan, perguruan tinggi dan universitas yang dapat memberikan kita para dokter yang manusiawi, pengacara yang manusiawi, politisi yang manusiawi, pebisnis manusiawi, industrialis manusiawi, dan yang terpenting adalah para guru yang manusiawi yang dapat membantu memunculkan…
“Yang Terbaik dalam Diri Seorang Anak, yaitu Kemanusiaan Mereka!” Kemanusiaan harus dipahami sebagai aroma dasar, wangi dasar. Segala keahlian, sains, dan seni yang dipelajari seharusnya semakin memperkaya kemanusiaan sang anak, dan bukannya mengurangi kemanusiaan tersebut. Dengan kata lain, profesi, status social, dan seterusnya haruslah manusiawi.
“Ingat, pendidikan bukanlah tujuan. Mentor saya selalu mengingatkan kita, bahwa “tujuan akhir Pendidikan adalah Karakter”. Akhir atau tujuan dari pendidikan bukanlah untuk mencetak para pengemis pekerjaan. Pendidikan bukan hanya untuk mata pencaharian semata, tapi untuk hidup sesuai dengan kodrat kemanusiaan kita, sesuai martabat manusia. Ya, Pendidikan adalah untuk Kehidupan – untuk bisa hidup seutuhnya dan memuliakan bentuk kehidupan!”
Komentar
Posting Komentar