Roller Coaster Kehidupan

 “Spiritualitas memang Membebaskan, tidak untuk membelenggu. Namun untuk meraih kebebasan sejati pun dibutuhkan upaya, dan setiap upaya mesti teratur – ada disiplin, ada intensitas.”

(Anand Krishna – Guru Yoga, hal. 120)

“Kau harus bertanggung jawab kepada kami berdua. Adikmu sudah meninggalkan kami. Dia sudah tidak peduli lagi kepada kami. Rasanya sakit tak terperi ketika anak laki-laki satu-satunya meninggalkan kami tanpa daya. Kau harus mengundurkan diri dari sekolah tempatmu mengajar dan kembali ke Mataram. Kami akan menyerahkan semua aset yang kami miliki, semua itu bernilai lebih dari 5 milyar. Tapi satu yang kami minta, kau harus merawat kami dan mengurus kami berdua. Kau tidak perlu bekerja keras lagi, kembalilah ke sini. Hiduplah bersama kami.”

“Tidak bisakah kalian saja yang pulang kembali ke Bali? Aku bisa mengurus kalian jika kalian berada di sini. Aku tidak mau meninggalkan sekolah, tidak bisa meninggalkan visi dan misi Guruku.”

Roller coaster kehidupan kembali menghampiriku, guncangan yang sangat kuat. Setiap kali orang tuaku menelepon, mereka selalu berurai air mata dan menangisi nasib mereka yang ditinggal anak laki-lakinya. Jujur, rasanya sangat berat mendengar kedua orang tua menangis. Meskipun aku sudah memberi solusi, mereka tetap bersikukuh bahwa aku harus mengundurkan diri dari sekolah dan kembali ke Mataram untuk mengurus mereka.

Tidak, aku tidak bisa. Aku sudah menunggu Guruku selama 30 tahun dalam kehidupan ini. Sudah banyak duka derita yang kulewati untuk bisa bertemu beliau. Aku sudah pernah hancur berkeping-keping dan hanya kasih-Nya lah yang menyelamatkanku. Beliaulah yang mengutuhkan jiwaku yang sempat porak-poranda. Beliau sering berkata kepada para teachers yang mengajar di sekolah: “Adalah berkah Keberadaan yang membuat kalian memiliki kesempatan untuk melayani 150 orang anak setiap hari. Itu adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti itu. Bukan, bukan karena karma baik kalian, semua itu adalah berkah dari Keberadaan. Ingat itu selalu!”

Maafkan aku, bapak dan ibu. Aku menghormati dan menghargai kalian sebagai kedua orang tuaku. Terima kasih telah memberikan tubuh fisik ini kepadaku. Tetapi aku juga sadar bahwa kasih seorang Guru Sejati melebihi kasih seribu ibu kandung, seribu orang tua. Aku mencintai Guruku lebih dari apapun, lebih dari siapa pun.

Di tengah kebingungan itu, salah seorang sahabat yang bekerja di Layurveda menawarkan sebuah kristal rose quartz madagaskar (single pointed) untuk digunakan saat melakukan Meditasi Sight Culturing yang dikembangkan oleh Guruji Anand Krishna (untuk detail tehnik meditasinya silakan baca buku Neo Self-Empowerment yang ditulis Guruji Anand Krishna). Meditasi Sight Culturing adalah salah satu tehnik yang sangat ampuh untuk membantu kita untuk memperbaiki sudut pandang tentang kehidupan dan kita dapat mengirim energi kasih kepada orang lain (baik orang-orang yang kita sayangi maupun orang-orang yang berseberangan dengan kita). Meditasi ini sangat baik untuk memperbaiki hubungan antar manusia. 

Aku melakukan meditasi ini dengan kristal tersebut selama 90 hari berturut-turut. Pada hari ke-60, kondisi kedua orang tuaku mulai membaik baik secara fisik maupun mental. Mereka juga mengatakan bahwa anak laki-lakinya sudah mau berbicara dengan mereka. Di atas segalanya, dengan berkah Guru, kedua orang tuaku tidak lagi merongrongku untuk kembali ke Mataram. Bagiku, ini adalah sebuah keajaiban, sebuah mujizat. Jaya Guru Deva!

Guru selalu berkata: “Ciptakanlah keajaiban untuk dirimu sendiri. Jangan mencari keajaiban dan mujizat di luar diri. Tumbuhkanlah di bawah telapak kakimu sendiri. Untuk itu berdayakan dirimu! Bebaskan lah dirimu dari segala kelemahan dan sifat-sifat buruk yang masih mencengkerammu. Setelah berupaya terus-menerus dengan penuh ketekunan, dengan penuh disiplin, untuk memperbaiki diri, maka Shraddha dan Bhakti akan muncul.” “Shraddha adalah keyakinan yang dilandasi cinta, kasih, rasa hormat yang muncul secara alami bersama cinta, bersama kasih tanpa syarat dan tak terbatas” (Anand Krishna, Guru Yoga hal. 256).

“Tidak ada shraddha dan bhakti dalam diri seorang yang pikiran serta perasaannya, mindnya masih kacau, masih belum terkendali. Masih mudah terpengaruh oleh kondisi-kondisi di luar diri” (Anand Krishna, Guru Yoga hal. 255).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum