Labirin Duka Derita Part 5: Sangram
“Suprabhatam Guru, Pranaam…,”
ucapku sambil merangkapkan kedua tangan kepada Gurudev dan menyentuh kaki
beliau.
“Good morning Medha, selamat datang di Gurukula,”
sambut Gurudev dengan bersemangat.
Beliau kemudian mengajakku berkeliling di padepokan, di
dalam padepokan itu terdapat sebuah Gurukula. Gurukula adalah sebuah sistem
sekolah dimana anak-anak tinggal bersama dengan guru mereka. Guru berarti pengajar, pendidik dan kula berarti keluarga. Anak-anak yang tinggal
di sana merupakan keluarga dari para pengajar, pendidik. Menjadi extended family para pendidik.
Padepokan beliau sangatlah asri dengan kontur
berbukit-bukit. Udaranya sejuk dan mendamaikan jiwa. Setelah puas berkeliling
di padepokan beliau, aku ditunjukkan tempat pemondokan untuk kutinggali.
Saat berjalan menuju pemondokan untuk meletakkan
barang-barang, di teras depan, seorang anak laki-laki berusia 12-an tahun menyapaku
dengan ramah.
“Selamat pagi Ibu, selamat datang di Gurukula. Ibu pasti
Teacher Medha yang diceritakan oleh Gurudev.”
“Iya nak, namamu siapa?”
“Namaku Sangram, bu.”
“Senang bertemu denganmu Sangram. Apakah kamu sudah lama
tinggal di Gurukula?”
“Ya bu, saya sudah tinggal di sini sejak berusia 5 tahun.”
Gurudev bercerita bahwa Sangram adalah anak dari Arya dan
Ratri. Beliau bercerita banyak tentang Arya, tentang salah seorang murid yang
sangat beliau kasihi dan kemudian pergi dari padepokan di Gondwana karena
menikahi seorang wanita.
Beliau berkata bahwa pada saat itu beliau sedang mempersiapkan
Arya untuk menjadi pengganti beliau, tetapi rupanya ia memilih jalan yang
berbeda. Arya sangatlah lemah soal urusan perempuan dan beliau seringkali
memperingatkannya tentang hal itu. Pada saat itu, Gurudev sudah melarang Arya
untuk menikahi Ratri, tetapi ia sulit untuk mengatakan tidak. Ketika Ratri
mengancam akan melakukan bunuh diri jika Arya tidak menikahinya, Arya langsung
luluh tanpa daya dan langsung menikahinya.
“Saat aku bertemu dengan Arya untuk pertama kalinya,
sebenarnya ia sudah bersih dari hutang piutang karma. Dia tidak memiliki karma
apapun lagi untuk diselesaikan dalam kehidupan kali ini. Dengan menikahi Ratri,
dia membangun karma dan ikatan baru, yang entah kapan dia bisa akhiri,” kata
Gurudev sambil menghela nafas panjang.
“Lantas, apa yang terjadi dengan Arya, Gurudev.”
“Dia keluar dari padepokan Gondwana, pulang ke tanah
kelahirannya di Pulau Adriatic dan hidup dengan istrinya. Mereka kemudian
memiliki seorang anak. Tepat seminggu sebelum anak itu lahir, ia datang ke
padepokan ini menemuiku.”
“Apa maksud kedatangannya Gurudev?”
“Ia datang untuk memintaku untuk memberikan nama bagi
anaknya yang akan lahir.”
“Apakah nama Sangram itu adalah nama yang Gurudev berikan
pada anak Arya?”
“Iya, nama itu adalah pemberianku.”
“Apa makna dari nama itu Guru?”
“Sangram bermakna revolusi. Revolusi untuk membebaskan diri
dari kesadaran-kesadaran rendah dan menemukan diri yang sejati.”
“Makna yang sangat indah Gurudev.”
“Ya, maknanya indah dan aku berharap anak itu mampu
mewujudkan makna dari nama yang aku berikan kepadanya.”
Gurukula Sysyem of Education |
Ratri selalu mencari cara untuk merongrong Arya. Semakin
lama, kondisi keuangan Arya semakin memburuk dan kondisi keuangan sang istri
semakin membaik. Ratri selalu mendesak Arya untuk mengeluarkan Sangram dari
Gurukula.
Hingga suatu saat, Arya benar-benar berada di titik
terendah secara finansial. Dia bahkan tidak mampu membiayai anaknya sehingga
secara mental dia merasa tidak berdaya dan kehilangan kepercayaan diri. Di satu
sisi, istrinya semakin sukses dalam pekerjaan. Pada akhirnya, dia merasa
benar-benar tidak berdaya dan dikendalikan oleh sang istri.
Setiap kali memiliki kesempatan, sang istri senantiasa
mencari cara untuk mengeluarkan Sangram dari Gurukula. Pada suatu ketika di
masa transisinya menuju remaja, Sangram menghadapi tekanan yang sangat berat
dari ibunya. Ibunya memaksanya untuk pindah sekolah dan dia sangat terpukul.
Tidak bisa mengatakan tidak kepada sang ibu yang senantiasa mengancamnya akan
menceraikan ayahnya jika Sangram tidak mau mengikuti kemauan sang ibu.
Sangram sangat dekat dengan ayahnya dan karena itu
mengalami rasa takut yang mencekam jika dia sampai harus berpisah dengan
ayahnya. Tetapi di satu sisi, dia juga sangat menyayangi ibunya dan tidak ingin
menyakiti hatinya. Karena tekanan yang bertubi-tubi secara mental dan
emosional, Sangram menderita penyakit paru-paru akut. Selama hampir 2 bulan dia
harus mengalami perawatan medis yang intensif.
Karena khawatir dengan kondisi anaknya, Ratri kemudian
mengurungkan niatnya untuk memindahkan Sangram ke sekolah lain. Kesehatan
Sangram akhirnya pulih secara perlahan meskipun dampak dari penyakit paru-paru
akut yang dideritanya membuat kondisi fisiknya lemah dan mudah terserang
penyakit.
****************************
Tiga tahun berlalu...
Pada suatu ketika, Sangram datang menemuiku dengan mata
merah menahan tangis.
“Apakah sesuatu sedang terjadi padamu, nak?”
Sangram terdiam sesaat, mengumpulkan segenap keberaniannya
untuk berbicara padaku.
“Teacher, aku tidak tahu harus berbicara pada siapa? Aku
sangat tertekan dengan sikap ibu padaku.”
“Apa yang disampaikan oleh ibu padamu?”
“Ibu mengatakan bahwa aku harus keluar dari Gurukula
setelah menyelesaikan pendidikan menengah. Ia mengatakan bahwa aku harus
melanjutkan pendidikan tinggi di luar Pulau Adriatic. Sementara aku ingin
mengikuti saran Gurudev untuk bekerja dan menjadi mandiri sedini mungkin.
Mendengar itu, ibu sangat marah dan mengancam akan menceraikan ayahku. Ia tahu
bahwa aku tidak bisa jauh dari ayah. Jadi dia menggunakan senjata itu untuk
memaksaku untuk mengikuti kemauannya.”
“Bagaimana ibumu akan membiayai pendidikan tinggimu?”
“Saudara ibu akan membantu membiayai pendidikanku teacher.”
“Tidakkah ingat kau bahwa Gurudev selalu berpesan pada
kalian untuk meringankan beban orang tua kalian dengan menjadi mandiri sejak
ini.”
“Aku ingat teacher, akan selalu ingat petuah Gurudev.
Tetapi aku tidak berani melawan ibu. Aku tidak ingin ibu dan ayah berpisah
karena aku. Teacher, aku benar-benar tidak berdaya. Tolong aku.”
“Dengan menerima bantuan dari saudara ibumu itu, kau
membuat karma baru. Pada suatu saat kau harus membayar kembali padanya. Dan
ingat, di dunia ini tidak ada sesuatu yang cuma-cuma, tidak ada sesuatu yang
gratis. Mereka yang memberikan kita bantuan pasti memiliki sebuah harapan
tertentu kepada kita. Berhati-hatilah dalam menerima bantuan.”
“Lantas aku harus bagaimana? Apa aku harus mengikuti kemauan Gurudev atau mengikuti kemauan ibu?”
“Kau sendiri yang harus menentukan pilihan dan bertanggung
jawab penuh atas konsekuensi dari pilihan itu. Pilihlah dengan bijak. Ingat,
pertemuan dengan seorang Master sekaliber Gurudev bukanlah pertemuan biasa. Jangan
pernah kau menyia-nyiakan berkah-Nya dalam kehidupan ini hanya karena tertipu
oleh ilusi.”
“When you lose one of your family members,
you lose a blood relation. When you lose a friend, you lose someone that you
may have been connected to emotionally, mentally or intellectually. But when
you lose a master, you lose someone who cares for your soul, your spirit. There
can be no greater loss than that.”
(Anand Krishna, The Gospel of Mahamaya
108)
Mesikpun sudah diperingatkan dengan keras oleh Gurudev,
Sangram tetap mengikuti kemauan ibunya dan memilih untuk meninggalkan Gurukula.
Sayang seribu sayang…
Note:
Suprabhatam (Sansekerta): Selamat pagi
Pranaam (Sansekerta): ucapan salam kepada mereka yang
dipertuakan, untuk mereka yang kita hormati
Komentar
Posting Komentar