Labirin Duka Derita Part 6: Mandala

“Gurudev, apa yang bisa kita lakukan untuk mengingatkan Sangram tentang jalan hidupnya?”

Gurudev membisu dan tidak berkata sepatah pun kata selama beberapa saat. Suasana hening, penuh kedamaian yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

“Medha, kau sudah mencurahkan segenap perhatian, waktu dan tenagamu untuk mendidik Sangram dan anak-anak lainnya. Kau sudah melakukan apa yang harus kau lakukan. Kau sudah memenuhi janjimu padanya. Kita telah berupaya untuk mendidiknya sebaik mungkin. Dia sudah memilih dan setiap pilihan memiliki resikonya masing-masing. Ingat, kau hanya bisa berupaya, hasilnya bukan di tanganmu. Lepaskan dirimu dari keterikatan terhadap hasil. Semua itu hanya akan membebani jiwamu.”

“Gurudev…”

Hanya kata-kata itu yang bisa terucap dan hati ini rasanya bagai disayat sembilu. “Dasar anak bodoh, tolol, idiot,” ucapku membatin dalam hati.

“Medha, ia belum paham tentang dirinya. Bahkan setelah 12 tahun mendapat pendidikan di Gurukula, ia belum lulus. Something wrong with his meditation”. Aku pernah berpesan padanya:

“Keinginan-keinginanmu berasal dari mind, dari gugusan pikiran dan perasaan. Dan, mind selalu bergejolak. Itu sebabnya, kau sendiri tidak tahu persis keinginan mana yang baik bagi dirimu, dan keinginan mana yang tidak baik, bahkan bisa mencelakakan.”

“Kepribadianmu pun terkait dengan mind yang sama. Oleh karena itu, setiap orang yang masih dikendalikan oleh mind tidak berkepribadian tunggal. Ia adalah gugusan dari beragam kepribadian. Ia sendiri tercabik-cabik oleh sekian banyak kepribadian yang beragam, dan saling bertentangan.”

“Kau menganggap dirimu seperti ini. Orang lain beranggapan dirimu seperti itu. Hanyalah Guru yang tahu sesungguhnya kau apa dan siapa. Untuk itulah ia hadir dalam hidupmu. Untuk memberitahu tentang kesejatian dirimu.”

(Anand Krishna, Jatuh, Bangun, Jatuh Lagi dan Bangun Kembali, hal. 68)

“Lanjutkan tugasmu Medha, masih banyak anak-anak lain yang membutuhkan perhatian dan cintamu. Layani mereka dengan sepenuh hati. Semoga mereka memahami pesan-pesanku dan tidak menyia-nyiakan hidup mereka seperti Sangram.”

“Ingatlah pesan Krishna kepada Arjuna dalam Bhagavad Gita (2:47):

karmaṇy-evādhikāras te mā phaleṣhu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr mā te saṅgo’stv akarmaṇi

“Kau berhak atas, atau hanya dapat mengendalikan karyamu, perbuatanmu, apa yang kau lakukan; kau tidak dapat mengendalikan hasil dari karyamu, perbuatanmu. Sebab itu, janganlah menjadikan hasil sebagai tujuanmu berkarya; janganlah menjadikan hasil sebagai pendorong atau motivasi untuk berkarya, untuk berbuat sesuatu. Namun, jangan pula berdiam diri dan tidak berkarya.”

(Bhagavad Gita 2:47, Transkreasi Anand Krishna)

Parthasarathi Mandala - Mandala Krishna

“Baik Gurudev, terima kasih atas berkah ini. Semoga aku tidak pernah menyia-nyiakan berkah yang Kau berikan. Semoga aku tidak menjadikan hasil sebagai landasan untuk berkarya.”

Life must go on…

Perjalanan penuh liku memang harus dilalui. Setiap masa selalu penuh dengan kejutan dan letupan-letupan pembelajaran yang bermakna. Tiada yang sia-sia dalam setiap guncangan dan turbulensi hidup selama kita bersedia belajar. Ingatlah, belajar berarti bersinar. Belajar berarti berkembang, berekspansi, menjadi lebih kuat dan lebih tangguh dari sebelumnya.

Pada sebuah minggu yang cerah, aku meminta Dhruva untuk membuat sebuah ilustrasi untuk keperluan Gurukula.

“Dhruva, bersediakah engkau untuk membantu teacher untuk membuat ilustrasi untuk flyer postingan online Gurukula?”

My pleasure Teacher Medha, saya akan segera memulainya sesuai intruksi teacher.”

Sebenarnya, ada dua orang illustrator yang lebih hebat dibandingkan Dhruva, yaitu Sangram dan Dananjaya. Kemampuan membuat ilustrasi dan kecepatan kerja mereka jauh dibandingkan dengan Dhruva, tetapi Dananjaya memutuskan keluar dari Gurukula karena tidak tahan menghadapi disiplin ketat dan sulit untuk melepaskan diri dari kenyamanan rumah. Sangram memutuskan untuk meninggalkan padepokan dan mengikuti kemauan ibunya.

Sebelum mereka meninggalkan padepokan, meninggalkan Gurukula, aku sempat memberikan tugas untuk mendesain ilustrasi beberapa kegiatan. Pada awalnya, aku yakin mereka dapat menyelesaikannya, tetapi ternyata harapan itu tinggal harapan. Dananjaya tidak pernah menyelesaikannya tugas yang diberikan. Sangram menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu yang sangat panjang. Waktu yang dia butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu adalah 4 kali lebih lama dibandingkan saat dia berada di Gurukula.

Dalam hati aku bertanya, mengapa mereka berdua menjadi seperti ini? Kemana kecepatan kerja super yang dulu mereka miliki itu. Mereka berdua seolah-oleh tersedot oleh lubang hitam dan tidak memiliki kemampuan untuk melawan tarikan gravitasi lubang hitam tersebut.

Hampir selama seminggu aku merenung dan bertanya-tanya pada diriku sendiri. Mengapa? Mengapa? Mengapa???

Setiap malam, aku memiliki kebiasaan untuk mengakhiri hari dengan duduk hening di kuil Durga di salah satu sudut padepokan Guru. Pada suatu malam, suara Ma Durga mengalun tegas dan berkata: “Mereka tidak akan bisa memiliki kecepatan kerja seperti itu ketika berada di luar Gurukula.”

“Tapi mengapa Ma Durga? Mengapa bisa seperti itu? Apa yang terjadi?”

“Masihkan kau ingat cara kerja sebuah mandala, dan darimana sebuah mandala bermula?”

“Aku hanya mengingat sebuah penjelasan tentang mandala dari apa yang disampaikan oleh Gurudev.”

“Apa yang masih kau ingat dari penjelasan tersebut?”

“Mandala terbuat dari orang-orang yang selaras. Para siswa yang selaras dengan Sadhguru yang bersemayam dalam diri, sekaligus terproyeksi di luar diri. Selaras dengan semesta – dengan setiap makhluk hidup dan setiap wujud kehidupan. Dengan cara itulah Human Mandala terbuat” (Anand Krishna, Guru Yoga, hal. 155).

“Apa yang dikatakan Gurumu memang benar, but let me add some points.”

“Mandala yang tercipta berawal dari sebuah titik yang disebut bindu. Dalam hal ini, titik atau bindu itu adalah kehadiran Gurumu. Ibarat sebuah batu yang dilemparkan ke dalam sebuah kolam, keberadaan batu itu memulai sebuah gelombang awal. Gelombang awal ini menyebar dan menyebabkan sebuah efek riak yang terus melebar dan membesar ke arah luar. Dari titik utama saat batu itu dilemparkan ke dalam kolam, terciptalah lingkaran-lingkaran konsentris yang mengelilingi titik utama tersebut. Kehadiran lingkaran-lingkaran konsentris itu adalah kehadiran para murid yang selaras dengan Guru.”

“Semakin ia selaras dengan seorang Guru, maka posisinya akan berada pada lingkaran yang semakin dekat dengan titik pusat/bindu dalam sebuah mandala. Pusat energi pada sebuah mandala berada pada bindu. Semakin dekat seseorang dengan bindu, maka energi yang bisa diakses juga akan semakin besar.”

Sri Yantra Mandala
“Ma, apa kaitan antara energi dan kecepatan kerja seseorang dalam sebuah mandala?”

“Pengaruhnya sangat signifikan anakku. Mereka yang berada semakin dekat dengan mandala akan mampu mengerjakan pekerjaan dalam waktu yang lebih singkat karena mereka mampu mengakses energi dalam jumlah yang tak terbayangkan. Itulah mengapa Sangram dan Dananjaya memiliki kecepatan kerja yang luar biasa saat berada di Gurukula. Tetapi bergitu mereka meninggalkan Gurukula, kecepatan kerja mereka terjun bebas.”

“Saat mereka keluar dari Gurukula, mereka menjauhi pusat dari sebuah mandala, menjauh dari bindu. Dengan menjauhi pusat mandala, mereka tidak mampu lagi mengakses energi dalam jumlah besar tersebut. Selain itu, fokus mereka juga berpindah ke luar diri dan gangguan luar semakin besar dan tidak akan mampu mereka nafikan, takkan mampu mereka atasi.”

“Konsekuensinya sangat fatal ya Ma?”

“Adakah setiap pilihan di dunia ini yang tidak memiliki konsekuensi, nak? Setiap dari kalian memang bebas untuk memilih, tetapi kalian juga harus paham setiap pilihan memiliki konsekuensi. Kalian harus bertanggung jawab atas setiap pilihan yang kalian ambil. Sangram dan Dananjaya juga harus memikul akibat dari pilihan mereka saat keluar dari Gurukula. What a big loss!”

Aku hanya merenungi setiap kata yang terucap oleh Ma Durga. Aku merasa sangat bersyukur masih bisa dekat dengan seorang Guru dan mendapatkan tuntunanNya. Tidak pernah terbayangkan olehku apa jadinya hidup tanpa mengenal seorang Guru. Apa jadinya hidup jika kita meninggalkan seorang Guru karena kebodohan kita. Teringat kembali apa yang pernah diucapkan oleh Guru Nanak Dev:

“Jangan sampai ada seorang pun di dunia ini berkhayal. Tanpa seorang Guru, tiada seorang pun yang bisa menyeberang ke tepian sana.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum