Voice of Morning Breeze

Pagi menyapa dengan sumringah dan tiupan angin pagi berbisik merdu saat aku berjalan-jalan di taman. Dia menghampiriku yang sedang bersenandung bersama tiupan angin dan berkata:

“Pagi yang begitu indah, bukan?”

Aku hanya tersenyum dan menatapNya dengan lekat, tak ingin melepaskan pandangan mataku dariNya.

“Iya, seindah sapaMu di pagi ini. Seindah kerlingan mataMu yang memancar dengan begitu jenaka dan menggoda.”

Aku kemudian terduduk di bangku taman dan memejamkan mata, berharap kebersamaan ini tak pernah berakhir. Dia kemudian berbisik merdu di telingaku:

“Either you choose to fall or to rise, it’s your personal choice. You are free to choose. Choose wisely.”

“Tidak Cintaku, aku tak ingin terjatuh lagi. Aku hanya ingin bangkit dan menujuMu. Bagiku “jatuh” bukanlah sebuah pilihan, bukan sebuah idealisme yang ingin aku jalani. Aku tidak mau terjatuh lagi, aku akan memilih untuk tetap melangkah dan menuju Engkau, tuk kembali dalam dekapkanMu. TanpaMu, aku takkan pernah bisa hidup. Kalaupun aku terjatuh, aku yakin, aku hanya akan jatuh dalam pangkuanMu.”

“Kau begitu meyakini semua ucapanKu dengan mata tertutup.”

“Siapa lagi di dunia ini yang harus kuyakini? Jika bukan karenaMu, aku tidak akan pernah ada. Jika bukan karena CintaMu, aku selamanya akan hidup dalam kegelapan. Biarlah CintaMu yang menuntunku hingga akhir hayat dikandung badan.”

Aku kemudian menutup kembali mataku. Di dalam gelap yang hening itu, yang terlihat hanyalah Dia, yang terasa hanyalah Dia. Dalam hadirNya, aku sirna dan menghilang dalam sekejap. Dia, hanya Dia, satu-satunya yang ada, satu-satunya Cinta dalam hidupku.

Picture courtesy: https://bit.ly/325QWkm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum