Tut Wuri Handayani, Gugatan Seorang Pendidik

Saat akan membuat postingan di sosial media terkait dengan Hari Pendidikan Nasional, kawanku yang sedang membuat konten untuk postingan kami merujuk pada falsafah Ki Hajar Dewantara:

  1. Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi contoh)
  2. Ing Madyo Mangun Karso (di tengah memberi semangat)
  3. Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan)


Aku kemudian bertanya dalam hati, mengapa Departemen Pendidikan Nasional hanya menggunakan slogan Tut Wuri Handayani, bukannya Ing Ngarso Sung Tulodo? Pertanyaan tersebut aku lontarkan kepada kawanku dan kami berduapun hanya saling pandang dan bingung. 

Sedari kecil, semboyan Tut Wuri Handayani selalu menggema dalam dunia pendidikan dan akupun tahu apa artinya. Tetapi hari ini aku mempertanyakan penggunaan slogan ini pada Departemen Pendidikan kita, mengapa menggunakan slogan Tut Wuri Handayani, bukannya Ing Ngarso Sung Tudolo?

Mengapa???

Di atas segalanya, hal utama yang harus dilakukan oleh seorang pendidik adalah menjadi teladan, memberi contoh lewat tindakan dan perilaku. Untuk menjadi contoh berarti kita harus mempraktekkan terlebih dahulu apa yang kita ucapkan. Itu artinya seorang pendidik harus berani untuk melakukan self-transformation, harus memiliki niat yang kuat untuk memperbaiki diri. Siap untuk meninggalkan nilai-nilai lama yang sudah usang dan tidak menunjang perkembangan jiwa.

DAN SEMUA ITU TIDAK MUDAH…

Iya, aku katakan tidak mudah karena kita MALAS

Rasa malas bawaan, our innate laziness, yang membuat kita enggan untuk berubah, enggan untuk memperbaiki diri. Sudah tahu bahwa api membakar, tetapi kita tetap menjulurkan tangan kita ke dalam api. Sudah tahu bahwa kebiasaan-kebiasaan buruk hanya membawa kesengsaraan dalam jangka panjang, tetapi kita enggan untuk melepaskannya. Kita selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dan menderita karena kita MALAS. MALAS UNTUK BERUBAH, MALAS UNTUK MEMPERBAIKI DIRI.

Jika malas menjadi watak dasar seorang pendidik, maka bagaimana nasib anak-anak didik kita?  

Aku teringat petuah dari Guru dari Guru Spiritualku, Sri Satya Sai Baba tentang peran pendidik:

Teachers are reservoirs from which, through the process of education, students draw the water of life."

Pendidik diibaratkan sebagai tangki air, dan murid adalah keran air yang keluar dari tangki tersebut. Kita sering mendengar pepatah dalam Bahasa Inggris, like father, like son atau buah tidak jatuh jauh dari pohonnya dalam Bahasa Indonesia. Hal yang sama berlaku dalam dunia pendidikan juga, kualitas murid ditentukan oleh kualitas pendidik yang mengajar. 

Wahai pendidik Indonesia, mari berubah demi anak-anak didik kita. Mari perbaiki diri kita terlebih dahulu sehingga mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita. Anak-anak ini adalah masa depan negara, bangsa dan dunia kita.

Ketika seorang pendidik sudah mampu untuk menjadi contoh, sudah mampu memimpin dirinya sendiri, dengan sendiri falsafah kedua dan ketiga Ki Hajar Dewantara (Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani) akan terjadi dengan sendirinya. Seorang pendidik yang berjiwa pemimpin pasti akan mampu untuk memberikan semangat dan mendukung murid-muridnya.

Jadi konsepku sederhana saja, hal pertama dan terakhir, PENDIDIK HARUS MAMPU MENJADI TELADAN. Untuk menjadi teladan, kita harus memperbaiki diri. Menyadari dan mengindentifikasi kelemahan diri, dan bekerja keras dengan penuh semangat untuk memperbaiki diri untuk anak didik kita, untuk membangun dunia yang lebih baik.

Wahai pendidik, ketika kau kehilangan harapan, ketika mereka yang sepatutnya menjadi contoh malah tidak mampu menjadi teladan maka berjalanlah seorang diri. Kita tidak mungkin mengubah orang lain, satu-satunya kuasa yang kita miliki hanyalah diri ini. Berubahlah untuk dirimu sendiri, bahwa engkau yang hari ini harus lebih baik dari engkau yang kemarin.

Jadilah teladan, jadilah sumber inspirasi, jadilah sumber harapan itu, JANGAN PERNAH BERHARAP PADA APAPUN DAN SIAPAPUN…

Seperti kata Rabidranath Tagore, sahabat Ki Hajar Dewantara…

Ekla Chalo, Walk Alone, Berjalanlah Sendiri…

Berjalanlah terus, jangan berhenti

Banyak halangan dan rintangan;

Jangan patah semangat, jangan meyerah

 

Tempat tinggal bukanlah untukmu;

Alam semesta inilah rumahmu

Berjalanlah terus, jangan berhenti

 

Bila kau capai, dan melemah kakimu;

Istirahat sejenak, lanjutkan perjalananmu…

 

Bila tak seorangpun mendampingimu;

Berjalanlah sendiri tanpa ragu…

Berjalanlah terus, jangan berhenti

(Anand Krishna, Total Sukses, hal. 143-144)


Picture courtesy: Ki Hajar Dewantara (https://bit.ly/3ttc7qV)

Picture courtesy: Sathya Sai Baba (https://bit.ly/3tjmqhv)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum