Kaitan Percobaan Thomas Young dengan Kebiasaan Menunda
Ide
tulisan ini diadaptasi dari tulisan Guruji Anand Krishna dalam buku Alam Sini
Alam Sana tentang Efek Riak Penundaan.
Sebagaimana kita ketahui, badan, pikiran dan perasaan kita
terbuat dari materi. Terbuat dari atom-atom yang ada di alam semesta ini.
Pikiran dan perasaan yang kita anggap haluspun masih merupakan bagian dari dunia
materi. Dunia materi (badan, pikiran, dan perasaan) terkalahkan oleh materi
yang lebih halus yaitu ruang dan waktu.
Ruang dan waktu dapat diumpamakan sebagai lautan.
Kelahiran, masa hidup, kematian terjadi dalam ruang dan waktu. Kelahiran ibarat
naiknya gelombang, kematian diibaratkan sebagai turunnya gelombang lautan.
Setiap kali gelombang mengalami kenaikan atau penurunan, maka gelombang itu
menciptakan energi yang sangat dahsyat jika direkam dengan kamera super slow.
Jika kita amati maka ada 2 macam gelombang, yaitu gelombang
dengan simfoni yang indah dan gelombang-gelombang yang menciptakan kekacauan.
Ketika berbicara dari sudut pandang fisika, gelombang dengan simfoni indah kita
kenal dengan istilah interferensi
konstruktif dan gelombang yang menciptakan kekacauan disebut interferensi destruktif.
Apa itu interferensi?
Interferensi adalah suatu keadaan dimana 2 gelombang cahaya
atau lebih berpadu dan membentuk gelombang cahaya gabungan. Syarat terjadinya
interferensi cahaya adalah gelombang-gelombang cahaya harus berasal dari sumber
yang koheren (senada, serupa), sehingga,
amplitudo, panjang gelombang, dan frekuensi yang sama, serta beda fase yang selalu tetap.
Interferensi gelombang dapat dipelajari dari penemuan
Thomas Young yang dikenal dengan interferensi celah ganda Young. Dalam
eksperimennya, Young melewatkan cahaya pada sebuah celah. Kemudian, cahaya
tersebut dilewatkan pada 2 celah sempit.
Saat cahaya melewati dua celah sempit, gelombang cahaya akan saling
berpadu dan membentuk gelombang cahaya gabungan. Hal ini disebabkan karena
gelombang-gelombangnya menempuh panjang lintasan yang berbeda. Nah,
perbedaan panjang lintasan ini mengakibatkan gelombang-gelombang mengalami
perbedaan fase dan menciptakan pola interferensi.
Perbedaan
fase ada yang saling menguatkan, sehingga menghasilkan interferensi
konstruktif, dan ada yang saling melemahkan, sehingga menghasilkan interferensi
destruktif.
Untuk lebih jelasnya, silakan amati gambar dan diagram di
bawah ini:
Kebiasaan menunda adalah bagian dari gelombang yang kacau,
dari interferensi gelombang destruktif. Kebiasaan menunda mempengaruhi cara
pandang kita terhadap hidup dan kehidupan. Kita menjadi pribadi yang pandai mencari
pembenaran, melemparkan tanggung jawab atas kesalahan kita kepada orang lain.
Ujung-ujungnya kita akan selalu menyalahkan keadaan dan orang lain atas hal-hal
yang terjadi pada diri kita.
Dengan cara pandang seperti ini, kita manjadi semakin
intoleran pada harmoni, memuja dan mengagungkan perbedaan. Lebih fatal lagi,
kita merasa berada di atas angin saat berhasil menciptakan perpecahan dan
kekacauan.
Pertanyaan adalah sampai kapan? Sampai kapan mereka yang
bertindak tanpa harmoni bisa berjaya? Mereka tidak bisa menang selamanya. Dari
gelombang kekacauan itu, akan tercipta energi baru yang penuh harmoni untuk
menyatukan mereka yang tercerai-berai.
Simaklah cerita berikut ini…
Menunda, itu adalah hal yang sangat menyenangkan…
Aku tidak perlu mengkhawatirkan hal apapun dalam hidupku
karena segala sesuatu sudah disediakan oleh kedua orang tuaku. Aku adalah anak
kedua di dalam keluargaku dan aku memiliki seorang kakak perempuan. Sejak
kecil, aku hidup bersama kedua orang tuaku tanpa kakakku. Kakakku tinggal
bersama dengan kakek dan nenekku di kota lain.
Dengan kondisi ini, dapat dikatakan aku adalah anak tunggal
di keluargaku. Dalam tradisiku, anak laki-laki adalah segala-galanya, sebagai
pewaris di keluarga, baik secara adat maupun yang meneruskan nama keluarga.
Kedua orang tuaku mencurahkan segala perhatian dan kasih sayang mereka padaku
seorang. Aku, adalah segala-galanya untuk mereka. Semua hal yang aku inginkan
aku dapatkan dengan mudah, tanpa perlu kerja keras dan berupaya, aku bisa
mendapatkan segala-galanya. Sejak kecil, orang tuaku selalu memenuhi segala
keinginanku. Hidup yang sangat menyenangkan, masa kecil yang sangat
membahagiakan.
Setelah menyelesaikan SMP, kakak perempuanku hadir di
tengah-tengah kami. Aku sangat asing dengannya karena kami tidak pernah tinggal
bersama. Bahkan setelah kakak hadirpun, kasih sayang kedua orang tuaku tidak
pernah terbagi, aku tetaplah menjadi anak kesayangan mereka.
Untuk medapatkan sesuatu, kakakku harus bekerja sangat
keras dan menunjukkan kelayakannya. Itupun jika kedua orang tuaku berkenan
untuk memenuhinya, tetapi lebih sering ia tidak mendapatkan apa yang ia
harapkan. Untuk urusan domestikpun kakakku harus mengerjakan segala pekerjaan
rumah, aku bisa santai dan tidak mengerjakan apapun. Aku tidak perlu
membereskan tempat tidurku, membersihkan rumah, menyetrika baju, ia akan
mengerjakan segala-galanya untukku.
Ia selalu juara di sekolah, nilainya ketika kuliah juga
selalu di atas rata-rata, berbeda denganku yang tidak pernah juara dan tidak
pernah berprestasi. Tetapi tetap saja aku selalu diperhatikan oleh kedua orang
tuaku. Saat SMA, kedua orang tuaku sudah membelikanku ponsel dan motor. Kakakku
setiap hari harus berjalan kaki ke kampusnya karena kampusnya dekat dengan
rumah. Diapun tidak dibelikan ponsel oleh kedua orang tuaku.
Setelah menamatkan pendidikan sarjana, kakakku bekerja dan sambil
bekerja ia juga mencoba mencari beasiswa untuk melanjutkkan pendidikannya. Ia
mendapatkan beasiswa di luar negeri dan aku memutuskan untuk menikah dengan
kekasihku.
Pernikahan yang berlangsung sangat meriah dan kedua orang
tuaku membiayai pernikahanku. Sayang kakakku tidak menyaksikan resepsi
pernikahanku yang berlangsung dengan sangat meriah karena dia harus
menyelesaikan semester terakhirnya. Setelah menikah, ayah membelikanku sebuah
mobil untukku supaya bisa lebih mudah untuk menjalankan usahaku.
Hobiku adalah menunda, karena tidak ada sesuatu yang perlu
kukejar dalam hidup ini. Tanpa perlu bekerja keraspun, aku bisa mendapatkan
segala-galanya dari kedua orang tuaku. Jika kita sudah diberikan segala sesuatu,
maka untuk apa bekerja keras?
Pada suatu ketika, orang tuaku mulai mengungkit sikapku
yang menurut mereka sudah keterlaluan. Ayah mengatakan bahwa aku bisanya hanya
menghambur-hamburkan uang, dan mengatakan bahwa aku tidak bisa mengatur proyek
dengan baik. Jujur aku sangat tersinggung dengan perkataannya. Berani benar
orang tua itu, kurang ajar. Aku menceritakan semua itu kepada istriku dan ia
menjadi sangat marah. Kami berdua memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua
dan membawa serta pergi uang tabungan mereka yang dibuat atas namaku. Peduli
setan dengan mereka berdua, aku juga punya keluarga yang harus aku nafkahi.
Aku kemudian menelpon kakakku dan meminta ia menyelesaikan
permasalahan kami. Yang jelas, aku dan istriku tidak akan pernah kembali ke
rumah itu lagi. Aku tidak mau mengurusi mereka lagi. Cukup sudah dengan semua
penghinaan mereka, aku mau hidup mandiri tanpa mereka.
Sampai saat inipun, aku masih mengelola toko yang dibuat
oleh kedua orang tuaku. Aku jarang turun ke rumah dan menyapa mereka. Hatiku
masih sakit dan terluka atas kata-kata mereka. Toh mereka masih memiliki
seorang anak yang juga memiliki tanggung jawab atas hari tua mereka. Aku tidak
mau mengurusi mereka lagi. Aku mau hidup tenang bersama istri dan anak-anakkku.
Wahai pembaca yang budiman, bagaimana menurut Anda cerita
ini?
Kira-kira akhir dari cerita ini akan berakhir seperti apa?
Apakah akan berakhir dengan happy ending? Apakah si anak akan benar-benar hidup
bahagia bersama dengan anak dan istrinya?
Silakan pembaca merenungi cerita di atas dan memperkirakan
bagaimana kelanjutan cerita di atas.
Picture courtesy:
Percobaan Thomas Young: bit.ly/3Bf0eus
Interferensi Konstruktif & Destruktif: bit.ly/3LuLGeV
Komentar
Posting Komentar