Gula, Inflamasi dan Kematian

Di India ada sebuah pepatah yang indah, kebijaksanaan seorang guru (pemandu spiritual) senantiasa mengalir bagaikan sungai. Seberapa banyak air yang ingin diambil semuanya terserah kepada sang murid.

Guru saya belakangan ini seringkali mewanti-wanti kami tentang hal-hal yang terkait dengan kesehatan. Penambahan kasus inflamasi yang terjadi berakibat pada kematian mendadak, dan hal ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi juga dialami oleh anak kecil dan remaja.

Salah satu berita yang saya dapatkan dari seorang teman sebulan lalu adalah kasus kematian anak sekolah berusia 6 tahun di Denpasar yang meninggal karena diabetes. Selain itu, 7 bulan lalu, saya dikagetkan oleh berita duka tentang kematian mentor saya yang meninggal secara mendadak setelah selesai bermain badminton di Mataram. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa seseorang bisa meninggal mendadak begitu saja, tidak ada gejala serius dan meninggal tiba-tiba?

Sebelum kita membahas secara mendalam tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi, izinkan saya untuk bercerita terlebih dahulu tentang apa yang pernah saya alami.

Pada bulan Maret 2021, saya terkena Covid-19 setelah beberapa siswa di asrama yang ikut lockdown bersama kami mengalami gejala tersebut. Jujur saya kaget dengan apa yang terjadi. Memang selama 2 minggu sebelum terinfeksi saya sangat lelah karena mengurusi beberapa anak-anak asrama yang sedang sakit. Dari sisi pola makan, saya merasa sudah menjalankan pola hidup sehat karena menganut pola vegetarian. Memang kegiatan fisik yang biasa saya jalani yaitu yoga pagi saya skip karena harus mengurus anak-anak lebih ekstra karena mereka sedang sakit. Selain itu, saya juga selalu bermeditasi setiap hari.

Selama hampir setahun setelah sembuh dari Covid, kondisi kesehatan saya tidak sepenuhnya membaik. Saya mengalami kenaikan berat badan yang cukup signifikan. Selain itu, saya sering merasa lelah, bahkan untuk naik ke lantai 3 saat mengajar saya ngos-ngosan dan kehabisan nafas. Butuh waktu sekitar 5 menit bagi saya untuk mengatur kembali irama nafas untuk kembali normal. Badan saya sering pegal dan pergelangan kaki kiri sakit setiap kali saya bangun pagi.

Pada suatu hari, dua orang sahabat menegur saya terkait pola makan saya. Dari pengamatan mereka, saya cenderung menyukai makanan manis dan asin. Saya kemudian merenungi apa yang mereka sampaikan kepada saya, setelah beberapa saat kemudian, saya baru menyadari beberapa detail terkait dengan pola makan tidak sehat yang tidak saya sadari sama sekali.

Setelah mereka berdua menegur saya, seminggu kemudian kami bertemu lagi dan membicarakan banyak hal terkait dengan pengaruh gula berlebih dan diabetes. Dua sahabat bercerita bahwa mereka mengalami gangguan pada otot di daerah punggung. Mereka sudah mencari beberapa massage alternatif tetapi tidak manjur. Mereka kemudian mendapatkan referensi untuk melakukan terapi akupuntur, dan ternyata kondisi kesehatan mereka mengalami peningkatan yang signifikan setelah melakukan terapi tersebut. Saya kemudian meminta alamat praktisi akupuntur tersebut dan melakukan terapi di sana.

Setelah menjalani dua sesi terapi, saya memang merasakan sedikit perubahan dan sang terapis menyampaikan saya mengalami permasalahan pada organ liver. Saya kemudian merenung, apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh saya, apa karena pernah terkena Covid sehingga gangguan liver itu terjadi? Sang terapis kemudian memberikan saya saran untuk melanjutkan terapi dan meminum jamu berupa rebusan temulawak dan kunyit yang bisa saya buat sendiri, sehari 2 kali. Selain itu, saya juga diberikan saran untuk tidak tidur terlalu malam, jam 10 sudah harus meniatkan diri untuk tidur.

Setelah 10 kali sesi terapi, memperbaiki pola tidur, serta rutin meminum jamu temulawak kunyit, kondisi saya berangsur-angsur membaik. Saya merasakan tubuh saya lebih bertenaga dan berat badan berkurang sangat signifikan. Saat naik ke lantai 3 pada saat mengajar, nafas menjadi lebih stabil dan tidak ngos-ngosan lagi. Rasa nyeri yang saya rasakan pada saat bangun pagi jauh berkurang.

Beberapa bulan setelah kondisi saya membaik, Guruji kembali mengingatkan tentang pengaruh gula terhadap kesehatan kita. Beliau banyak memberikan video dan pesan-pesan yang terkait dengan bahaya gula bagi kesehatan. Salah satu berita yang menarik adalah tentang keharusan untuk memberikan label kadar gula pada minuman manis di Singapura pada akhir tahun 2023. Selain itu, pemerintah Singapura akan melarang iklan minuman manis dengan kadar gula tinggi untuk ditayangkan pada semua platform media. Pemerintah Singapura melangkah sangat progresif untuk memproteksi warga negaranya dan menyatakan perang untuk mengatasi penyakit diabetes.

Berdasarkan laporan dari Ikatan Dokter Anak di Indonesia (IDAI), terjadi lonjakan prevalensi diabetes tipe-1 sebesar 70 kali lipat pada anak di bawah usia 18 tahun dari tahun 2010 ke 2023. Total anak Indonesia yang menderita diabetes pada Januari 2023 tercatat sebanyak 1.645 orang dengan prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak.

Ada apa dengan gula? Mengapa Guruji begitu concern mengenai hal ini?

Saya menjadi begitu tergelitik setelah Guruji memposting beberapa konten secara berturut-turut terkait dengan gula dan kesehatan pada instagram beliau. Setelah melakukan beberapa online research dan literature review terkait dengan sejarah perusahaan gula global yang mendirikan sebuah lembaga bernama SRF (Sugar Research Foundation) pada tahun 1943, saya menemukan beberapa fakta menarik.

Di tengah perang dunia kedua (1943), 77 perusahaan gula global membentuk sebuah lembaga yang bernama SRF (Sugar Research Foundation) untuk melindungi kepentingan mereka. Setelah itu, pada tahun 1950-an mulai merebak penyakit jantung koroner.

Salah satu peristiwa yang mengejutkan publik adalah meninggalkanya presiden Amerika Serikat, Eisenhower, akibat terkena jantung coroner. Para ahli di bidang nutrisi mulai mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah ada hubungan antara nutrisi dengan penyakit jantung koroner?

Kiri: John Yudkin, Kanan: Ancel Keys

Setelah itu, pada tahun 1960-an, muncul 2 hipotesis tentang kaitan antara penyakit jantung korener dengan pola makan. Salah satu ahli fisiologi dan peneliti asal Inggris, John Yudkin menyatakan bahwa penyebab utama dari penyakit jantung koroner adalah konsumsi gula yang berlebihan. Di satu sisi, ada peneliti lain yang bernama Ancel Keys (Amerika Serikat) menyatakan bahwa sebab utama jantung coroner adalah lemak dan kolesterol. 

Para peneliti dan ahli nutrisi terbagi menjadi 2 kubu, yaitu kubu pendukung Yudkin, dan kubu pendukung Keys. Untuk melindungi kepentingannya, SRF (Sugar Research Foundation) kemudian menyewa 3 peneliti dari Harvard University untuk membuat penelitian “pesanan” dengan tujuan untuk mengubah opini publik.

Setiap kali, Yudkin mengeluarkan hasil penelitiannya dengan melakukan publikasi pada jurnal international, pada peneliti Harvard tersebut juga megeluarkan jurnal tandingan dan mendiskreditkan penelitian Yudkin. Kondisi di atas terjadi berkali-kali, sehingga kemudian mereka berhasil mengubah kebijakan publik di Amerika Serikat. Parlemen Amerika Serikat di Washington DC kemudian mempercayai bahwa penyebab jantung coroner adalah lemak dan kolesterol. Oleh karena itu, pemerintah Amerika Serikat membuat kebijakan dengan mewajibkan setiap perusahaan yang memproduksi makanan mengurangi jumlah lemak dan kolesterol pada produk mereka sebesar 20%. Jumlah kandungan lemak yang dihilangkan sebesar 20% dapat digantikan dengan gula karena gula “dinyatakan aman” dan tidak menyebabkan penyakit. Pola makan ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan permasalahan kesehatan yang sangat serius sampai saat ini.

Ada beberapa pernyataan menarik pada buku yang ditulis oleh John Yudkin dengan judul Pure, White, and Deadly (1972):

“I cannot claim that everything I say in this book will be accepted by every research worker. I hope however that I have made it clear which parts of the book refer to solid, observable scientific research and which parts are my own opinions and interpretations of these observations. Only time will show how right or how wrong I am in any one particular personal statement. But right at the outset I can make two key statements that no one can refute:

“First, there is no physiological requirement for sugar; all human nutritional needs can be met in full without having to take a single spoon of white or brown or raw sugar, on its own or in any food or drink.”

“Secondly, if only a small fraction of what is already known about the effect of sugar were to be revealed in relation to any other material used as a food additive, that material would promptly be banned.”

Terjemahan bebas:

Saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya sampaikan pada buku ini akan diterima oleh setiap rekan-rekan sejawat sesama peneliti. Dalam buku ini saya menyatakan dengan jelas ada bagian-bagian dari buku tersebut yang merupakan penelitian ilmiah yang saya lakukan dan ada bagian yang merupakan pendapat pribadi dan interpretasi dari penelitian-penelitian tersebut. Hanyalah waktu yang akan menentukan kebenaran dari pernyataan-pernyataan pribadi yang saya sampaikan. Sebagai pembuka, izinkan saya menyampaikan 2 pernyataan yang tidak bisa dibantah oleh siapapun: 

Pertama, secara fisiologi, tubuh pada dasarnya tidak membutuhkan gula tambahan (gula pasir tambahan). Semua nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat dipenuhi tanpa perlu menambahkan satu sendok gula, baik gula pasir, gula merah, atau raw sugar (gula yang belum diolah) pada makanan ataupun minuman.

Kedua, jika sejumlah kecil saja efek dari gula diketahui dan terungkap (dibandingkan dengan zat tambahan lain pada makanan), maka tentulah bahan tersebut akan dilarang penggunaannya. 

Seiring berjalannya waktu, apa yang disampaikan oleh John Yudkin pada tahun 1972 terbukti kebenarannya berdasarkan penelitian-penelitian yang lebih baru. Berikut saya rangkumkan efek dari gula dari beberapa sumber yang kredibel.

Studi terbaru menunjukkan bahwa gula berubah menjadi lemak perut dan menyebabkan obesitas dan berbagai permasalahan kesehatan lainnya. Salah satu penelitian menemukan bahwa dengan mengkonsumsi 24 sendok teh gula (termasuk gula dari madu “sehat” dan jus jeruk) akan menurunkan kemampuan netrofil (sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan membajak sistem kekebalan tubuh kita. 

Penelitian lain menunjukkan bahwa gula memicu penumpukan protein amiloid beracun, yang menyebabkan demensia (pikun). Studi lain menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengonsumsi gula berlebih dan karbohidrat lebih beresiko mengalami demensia dibandingkan orang dewasa yang mengonsumsi makanan tinggi lemak dan protein.

Studi fisiologi menunjukkan bahwa tubuh akan bekerja optimal ketika jaringan dan sel-sel tubuh berada dalam keadaan pH yang basa (alkali). Terlalu banyak gula dalam darah akan mengganggu keseimbangan pH darah dan mengubah pH darah menjadi asam (acidic). Kondisi pH darah yang asam (acidic) meningkatkan berbagai resiko penyakit seperti batu ginjal, inflamasi/peradangan kronis dan peningkatan stress oksidatif (suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya).

Berikut adalah beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah:

  1. Kerusakan pada gigi
  2. Obesitas
  3. Mengganggu sistem kardiovaskuler (penyakit jantung coroner). Banyak bukti menunjukkan bahwa diet tinggi gula dapat menyebabkan obesitas, tekanan darah tinggi, dan peradangan. Ini semua adalah faktor risiko penyakit jantung.
  4. Meningkatkan resiko kanker
  5. Merusak fungsi otak
  6. Mengganggu mood
  7. Penuaan dini
  8. Menyebabkan demensia (pikun)
  9. Menyebabkan jerawat
  10. Memicu kerusakan hati
  11. Menyebabkan gagal ginjal

Tidak hanya rokok (nikotin), opioid, kokain, dan alkohol yang menyebabkan kecanduan. Gula pun memiliki dampak yang sama terhadap tubuh manusia, yaitu menyebabkan kecanduan atau adiksi.

Gula yang biasa ditambahkan pada makanan atau minuman manis dikenal dengan istilah gula rafinasi. Gula rafinasi adalah gula yang berasal dari tebu dan mengalami proses pemurnian dan kehilangan kandungan vitamin, mineral dan molasenya. Karena itu, gula rafinasi berbentuk kristal putih dengan rasa yang sangat manis. Manusia mengalami ketergantungan pada gula rafinasi karena persepsi rasa manis yang diterima otak saat mengkonsumsi gula tersebut.

Salah seorang sahabat bercerita bahwa dia adalah seorang “sugar addict” yang kemudian mengalami masalah jerawat yang sangat parah, seluruh mukanya dipenuhi dengan jerawat-jerawat yang besar dan rasanya sangat sakit. Saat berkonsultasi dengan dokter kulitnya dia bertanya:

“Dok, apakah ada kaitan antara jerawat saya dengan kebiasaan mengkonsumsi gula yang sangat banyak?”

Sang dokter membenarkan dan sahabat tersebut diminta untuk mengubah pola makannya dengan diet rendah gula.

Cerita lain dari sahabat yang sama adalah ketika dia harus menemani sang ayah ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta karena terkena kanker tiroid. Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit rujukan untuk penyakit kanker di Indonesia. Dia sempat melontarkan pertanyaan kepada saya:

“Sis, coba tebak kira-kira penderita kanker di sana kebanyakan usia berapa?”

“Saya menjawab: Orang tua, orang yang sudah berusia lanjut.”

“No. Kamu salah, sebagian besar penderita kanker di sana adalah anak-anak. And you know what, kenapa anak-anak itu pada kena kanker? Semua itu bermula dari makanan dan minuman manis yang mereka konsumsi. Selain itu, sebagian besar orang tua dari anak-anak itu menjual minuman manis. Anak-anak tersebut sering sekali mengkonsumsi minuman dan makanan manis tanpa sepengetahuan orang tua mereka.

Saya hanya tercengang mendengar cerita sahabat tersebut yang mengatakan bahwa ia menyaksikan bagaimana penderitaan anak-anak yang terkena kanker tersebut dengan mata kepalanya sendiri saat berada di RSCM. Semua itu ternyata bermula dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang sangat manis.

Saat melakukan research online, saya menemukan bahwa ada batasan jumlah gula harian yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Menurut American Heart Association, perempuan dewasa sebaiknya tidak mengkonsumi lebih dari 100 kalori tambahan dari gula per hari dan laki-laki dewasa 150 kalori per harinya.  Artinya, konsumsi gula oleh perempuan tidak boleh lebih dari 25 gr per hari atau setara 6 sendok teh, dan 36 gram untuk laki-laki atau setara 9 sendok tehJumlah tersebut sudah mencakup gula pada minuman, makanan, kudapan, dan semua yang dikonsumsi dalam satu hari. Sedangkan batas konsumsi pada anak-anak adalah di bawah 6 sendok teh.

Setelah menemukan beberapa artikel menarik dan membaca buku Pure, White, dan Deathly karya John Yudkin, saya akhirnya memahami mengapa liver saya sempat bermasalah. Semua itu karena konsumsi gula yang berlebih yang tidak saya sadari. Setelah saya cermati pola makan saya, saya cenderung menyukai coklat, dan kue-kue manis. Ternyata, konsumsi gula yang berlebih akan diurai menjadi lemak oleh liver kita. Lemak hasil penguraian gula itu kemudian disimpan pada liver dan menyebabkan liver kita mengandung banyak lemak. Kondisi ini dalam bidang kesehatan dikenal dengan istilah “fatty liver”, liver mengalami pembengkakan karena menyimpan banyak lemak yang tidak dibutuhkan. Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, kita akan mengalami gangguan kesehatan yang serius karena liver merupakan orang terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk menetralisir racun-racun metabolisme. 

Salah satu ramuan herbal yang sangat efektif untuk memperbaiki fungsi liver adalah temulawak dan kunyit. Setelah diberikan rekomendasi oleh terapis akupuntur yang menangani saya dengan mengkonsumsi temulawak dan kunyit 2 kali sehari selama hampir 2 bulan, kondisi liver saya semakin membaik. Selain itu, terapi akupuntur membantu saya mempercepat proses penyembuhan liver.

Sebagai konsumen, kita harus teliti memilih produk makanan yang kita konsumsi. Pada dasarnya lidah kita memang cenderung menyukai makanan manis, tetapi dampaknya bisa sangat fatal bagi kesehatan kita. Silakan cermati ilustrasi gambar berikut terkait jumlah gula dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari. Sebelum membeli sebuah produk makanan atau minuman, cek terlebih dahulu kandungan gula yang terdapat di dalamnya. Setelah itu, silakan lakukan perhitungan matemastis sederhana untuk mengkonversi jumlah gram gula tersebut ke perhitungan sendok teh. Satu sendok teh setara dengan kurang lebih 3 – 5 gram. Kita coba ambil nilai tengahnya yaitu 4 gram, asumsi kita adalah 1 sendok teh setara dengan 4 gram gula. Misalkan sebotol minuman manis memilik kadar gula 30 gram berarti 30 dibagi 4, hasilnya kurang lebih 7,5 sendok teh gula. Bagi perempuan dewasa, jumlah ini sudah melebihi batas konsumsi gula harian yaitu sebesar 6 sendok teh. 

Berikut adalah beberapa saran yang diberikan oleh Guruji Anand Krishna untuk mengatasi penyakit karena kasus inflamasi yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada berbagai kalangan usia:

  • Secara teratur mengkonsumsi minuman herbal (kunyit, jahe dan serai) untuk meningkatkan imunitas tubuh. Ramuan ini baik diminum sebelum tidur.
  • HINDARI MAKAN MALAM setelah matahari terbenam

Hal ini penting dilakukan karena “api pencernaan” atau asam lambung (HCl) mulai tidak aktif diproduksi setelah matahari terbenam. Ketika lambung tidak memproduksi asam lambung, maka tubuh kita tidak akan mampu mencerna makanan dengan baik. Yang terjadi ketika makanan tidak tercerna adalah proses fermentasi/pembusukan sehingga menghasilkan racun bagi tubuh kita.

Selain itu, ketika kita tidak makan lagi setelah matahari terbenam kita sebenarnya sudah melakukan intermittent fasting selama minimal 12 jam. Intermitten fasting penting untuk dilakukan untuk memberikan jeda pada tubuh kita untuk membersihkan dirinya dari berbagai macam racun yang menumpuk dalam organ-organ tubuh kita. 

Ada fakta fisiologis menarik terkait intermittent fasting terkait dengan cara tubuh mengontrol kadar gula dalam darah. Pada saat ketersediaan gula dalam darah tinggi karena asupan makanan yang kita makan, tubuh tidak akan pernah mau mencerna lemak dalam tubuh kita. Saat intermittent fasting, kadar gula darah menurun drastis, dan tubuh tidak punya pilihan lain selain mencerna lemak. Jadi, bagi mereka yang berniat untuk mengurangi berat badan, salah satu cara yang sangat efektif untuk menurunkan berat badan adalah dengan melakukan intermittent fasting.

  • Makan pagi sebaiknya 3 - 4 jam setelah bangun tidur dan sudah berkegiatan, kecuali bagi anak-anak yang masih sekolah.
  • HINDARI, segala jenis:

a.     makanan/roti/kue dan apa saja yg terbuat dari terigu/gandum olahan,

b.     minyak goreng olahan,

c.     gula (kecuali gula merah yang murni, bukan olahan/pabrikan),

d.  garam olahan (pilihannya black salt atau himalayan salt yang asli, itu pun dalam kuantitas yg terbatas),

e.     snack/junk food,

f.       daging dan apa saja yg mengandung protein hewani.

  • Tidak melakukan puasa ekstrim yang dapat menyebabkan maag, GERD bahkan IBS (Irritable Bowel Syndome)/iritasi pada usus besar yang berkepanjangan. 

Setelah Guruji memberi saran di atas, saya mencoba untuk mengurangi konsumsi gula pasir dan tidak makan lagi setelah matahari terbenam. Seminggu pertama saat mengurangi asupan gula, adalah masa-masa yang cukup berat. Tubuh yang sudah terbiasa dengan kadar gula tinggi seakan menangih untuk diberikan asupan gula dan saya cukup sering kliengan. Saya baru menyadari ternyata saya teradiksi dengan gula. Setelah bertarung dengan diri saya sendiri selama seminggu, tubuh saya akhirnya mulai terbiasa dengan asupan gula yang rendah. Tubuh menjadi lebih ringan,  berat badan mulai berkurang dan saya merasa lebih energik.

Selain itu, rasa lapar tidak terlalu mengganggu saya lagi. Biasanya saat sering makan makanan dengan kadar gula tinggi, saya lebih cepat merasa lapar. Saya juga akhirnya bisa mematahkan mitos orang Indonesia, kalau tidak makan nasi berarti belum makan. Sekarang saya sudah tidak perlu setiap hari makan nasi, kadang jika ingin makan nasi, saya makan. Saya lebih sering mengkonsumsi buah, sayuran, tahu, tempe serta kacang-kacangan. Ternyata makanan yang tinggi serat dan protein nabati membuat tubuh lebih tahan lapar.

Selain itu, lidah saya sekarang lebih peka terhadap rasa manis pada makanan tanpa penambahan sesendok pun gula. Makanan yang kita makan sebenarnya memiliki rasa manisnya sendiri, memang tidak semanis gula pasir. Tetapi dengan mengurangi penambahan gula pasir pada makanan, saya lebih menikmati rasa manisnya makanan. Makanan yang dulu terasa tidak manis (karena terbiasa mengkonsumsi gula dalam kadar tinggi), sekarang terasa manis. Yuk, kita hidup sehat dengan mengurangi asupan gula pasir pada makanan!

Bibliografi:

  1. John Yudkin, 1972, Pure, White and Deadly, Penguin Book, New York
  2. Linda Hasibuan, 2023, Kasus Diabetes Anak Meningkat 70 Kali Lipat, Kenali Gejalanya, https://shorturl.at/bfsK
  3. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2020, Diabetes Mellitus pada Anak dan Remaja, https://t.ly/F3h3
  1. Nada Naurah, 2023, Kasus Diabetes Pada Usia Muda di Indonesia Meroket, Jadi yang Terbanyak di ASEAN, https://goodstats.id/article/kasus-diabetes-pada-usia-muda-di-indonesia-meroket-jadi-yang-terbanyak-di-asean-LVlXV
  2. dr. Muhammad Iqbal Ramadhan, 2020, Memahami Pengaruh Buruk Gula bagi Kesehatan, https://www.klikdokter.com/gaya-hidup/diet-nutrisi/memahami-pengaruh-buruk-gula-bagi-kesehatan
  3. dr. Agnes Tjakrapawira, 2023, Apakah Sugar Addiction dan Bagaimana Cara Mengatasinya, https://www.alomedika.com/apakah-sugar-addiction-dan-bagaimana-cara-mengatasinya
  4. Dr. B.J. Hardick, 2017, The Deadly Connection between Sugar, Acidity and Inflammation, https://www.drhardick.com/sugar-acidity-inflammation


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian