Gula, Inflamasi dan Kematian
Di India ada sebuah pepatah yang indah, kebijaksanaan
seorang guru (pemandu spiritual) senantiasa mengalir bagaikan sungai. Seberapa
banyak air yang ingin diambil semuanya terserah kepada sang murid.
Guru saya belakangan ini seringkali mewanti-wanti kami tentang hal-hal yang terkait dengan kesehatan. Penambahan kasus inflamasi yang terjadi berakibat pada kematian mendadak, dan hal ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi juga dialami oleh anak kecil dan remaja.
Salah satu berita yang saya dapatkan dari seorang teman sebulan
lalu adalah kasus kematian anak sekolah berusia 6 tahun di Denpasar yang meninggal
karena diabetes. Selain itu, 7 bulan lalu, saya dikagetkan oleh berita duka
tentang kematian mentor saya yang meninggal secara mendadak setelah selesai
bermain badminton di Mataram. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa seseorang
bisa meninggal mendadak begitu saja, tidak ada gejala serius dan meninggal
tiba-tiba?
Sebelum kita membahas secara mendalam tentang apa yang
sebenarnya sedang terjadi, izinkan saya untuk bercerita terlebih dahulu tentang
apa yang pernah saya alami.
Pada bulan Maret 2021, saya terkena Covid-19 setelah
beberapa siswa di asrama yang ikut lockdown bersama kami mengalami gejala
tersebut. Jujur saya kaget dengan apa yang terjadi. Memang selama 2 minggu sebelum
terinfeksi saya sangat lelah karena mengurusi beberapa anak-anak asrama yang
sedang sakit. Dari sisi pola makan, saya merasa sudah menjalankan pola hidup
sehat karena menganut pola vegetarian. Memang kegiatan fisik yang biasa saya
jalani yaitu yoga pagi saya skip karena harus mengurus anak-anak lebih ekstra
karena mereka sedang sakit. Selain itu, saya juga selalu bermeditasi setiap
hari.
Selama hampir setahun setelah sembuh dari Covid, kondisi
kesehatan saya tidak sepenuhnya membaik. Saya mengalami kenaikan berat badan
yang cukup signifikan. Selain itu, saya sering merasa lelah, bahkan untuk naik
ke lantai 3 saat mengajar saya ngos-ngosan dan kehabisan nafas. Butuh waktu
sekitar 5 menit bagi saya untuk mengatur kembali irama nafas untuk kembali
normal. Badan saya sering pegal dan pergelangan kaki kiri sakit setiap kali
saya bangun pagi.
Pada suatu hari, dua orang sahabat menegur saya terkait
pola makan saya. Dari pengamatan mereka, saya cenderung menyukai makanan manis dan
asin. Saya kemudian merenungi apa yang mereka sampaikan kepada saya, setelah
beberapa saat kemudian, saya baru menyadari beberapa detail terkait dengan pola
makan tidak sehat yang tidak saya sadari sama sekali.
Setelah mereka berdua menegur saya, seminggu kemudian kami
bertemu lagi dan membicarakan banyak hal terkait dengan pengaruh gula berlebih
dan diabetes. Dua sahabat bercerita bahwa mereka mengalami gangguan pada otot
di daerah punggung. Mereka sudah mencari beberapa massage alternatif
tetapi tidak manjur. Mereka kemudian mendapatkan referensi untuk melakukan
terapi akupuntur, dan ternyata kondisi kesehatan mereka mengalami peningkatan
yang signifikan setelah melakukan terapi tersebut. Saya kemudian meminta alamat
praktisi akupuntur tersebut dan melakukan terapi di sana.
Setelah menjalani dua sesi terapi, saya memang merasakan
sedikit perubahan dan sang terapis menyampaikan saya mengalami permasalahan
pada organ liver. Saya kemudian merenung, apa yang sebenarnya terjadi pada
tubuh saya, apa karena pernah terkena Covid sehingga gangguan liver itu terjadi?
Sang terapis kemudian memberikan saya saran untuk melanjutkan terapi dan
meminum jamu berupa rebusan temulawak dan kunyit yang bisa saya buat sendiri,
sehari 2 kali. Selain itu, saya juga diberikan saran untuk tidak tidur terlalu malam,
jam 10 sudah harus meniatkan diri untuk tidur.
Setelah 10 kali sesi terapi, memperbaiki pola tidur, serta
rutin meminum jamu temulawak kunyit, kondisi saya berangsur-angsur membaik.
Saya merasakan tubuh saya lebih bertenaga dan berat badan berkurang sangat
signifikan. Saat naik ke lantai 3 pada saat mengajar, nafas menjadi lebih
stabil dan tidak ngos-ngosan lagi. Rasa nyeri yang saya rasakan pada saat
bangun pagi jauh berkurang.
Beberapa bulan setelah kondisi saya membaik, Guruji kembali
mengingatkan tentang pengaruh gula terhadap kesehatan kita. Beliau banyak
memberikan video dan pesan-pesan yang terkait dengan bahaya gula bagi
kesehatan. Salah satu berita yang menarik adalah tentang keharusan untuk
memberikan label kadar gula pada minuman manis di Singapura pada akhir tahun
2023. Selain itu, pemerintah Singapura akan melarang iklan minuman manis dengan
kadar gula tinggi untuk ditayangkan pada semua platform media. Pemerintah
Singapura melangkah sangat progresif untuk memproteksi warga negaranya dan
menyatakan perang untuk mengatasi penyakit diabetes.
Berdasarkan laporan dari Ikatan Dokter Anak di Indonesia (IDAI),
terjadi lonjakan prevalensi diabetes tipe-1 sebesar 70 kali lipat pada anak di
bawah usia 18 tahun dari tahun 2010 ke 2023. Total anak Indonesia yang
menderita diabetes pada Januari 2023 tercatat sebanyak 1.645 orang dengan
prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak.
Ada apa dengan gula? Mengapa Guruji begitu concern
mengenai hal ini?
Saya menjadi begitu tergelitik setelah Guruji memposting
beberapa konten secara berturut-turut terkait dengan gula dan kesehatan pada instagram
beliau. Setelah melakukan beberapa online research dan literature
review terkait dengan sejarah perusahaan gula global yang mendirikan sebuah
lembaga bernama SRF (Sugar Research Foundation) pada tahun 1943, saya menemukan
beberapa fakta menarik.
Di tengah perang dunia kedua (1943), 77 perusahaan gula
global membentuk sebuah lembaga yang bernama SRF (Sugar Research Foundation)
untuk melindungi kepentingan mereka. Setelah itu, pada tahun 1950-an mulai
merebak penyakit jantung koroner.
Salah satu peristiwa yang mengejutkan publik adalah
meninggalkanya presiden Amerika Serikat, Eisenhower, akibat terkena jantung
coroner. Para ahli di bidang nutrisi mulai mencari tahu apa yang sebenarnya
sedang terjadi? Apakah ada hubungan antara nutrisi dengan penyakit jantung koroner?
Kiri: John Yudkin, Kanan: Ancel Keys |
Setelah itu, pada tahun 1960-an, muncul 2 hipotesis tentang
kaitan antara penyakit jantung korener dengan pola makan. Salah satu ahli
fisiologi dan peneliti asal Inggris, John Yudkin menyatakan bahwa
penyebab utama dari penyakit jantung koroner adalah konsumsi gula yang
berlebihan. Di satu sisi, ada peneliti lain yang bernama Ancel Keys (Amerika
Serikat) menyatakan bahwa sebab utama jantung coroner adalah lemak dan
kolesterol.
Para peneliti dan ahli nutrisi terbagi menjadi 2 kubu,
yaitu kubu pendukung Yudkin, dan kubu pendukung Keys. Untuk melindungi
kepentingannya, SRF (Sugar Research Foundation) kemudian menyewa 3 peneliti
dari Harvard University untuk membuat penelitian “pesanan” dengan tujuan
untuk mengubah opini publik.
Setiap kali, Yudkin mengeluarkan hasil penelitiannya dengan
melakukan publikasi pada jurnal international, pada peneliti Harvard tersebut juga
megeluarkan jurnal tandingan dan mendiskreditkan penelitian Yudkin. Kondisi di
atas terjadi berkali-kali, sehingga kemudian mereka berhasil mengubah kebijakan
publik di Amerika Serikat. Parlemen Amerika Serikat di Washington DC kemudian
mempercayai bahwa penyebab jantung coroner adalah lemak dan kolesterol. Oleh
karena itu, pemerintah Amerika Serikat membuat kebijakan dengan mewajibkan
setiap perusahaan yang memproduksi makanan mengurangi jumlah lemak dan
kolesterol pada produk mereka sebesar 20%. Jumlah kandungan lemak yang
dihilangkan sebesar 20% dapat digantikan dengan gula karena gula
“dinyatakan aman” dan tidak menyebabkan penyakit. Pola makan ini
kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan permasalahan kesehatan yang
sangat serius sampai saat ini.
Ada beberapa pernyataan menarik pada buku yang ditulis oleh
John Yudkin dengan judul Pure, White, and Deadly (1972):
“I cannot claim that everything I say in this book will be accepted by every research worker. I hope however that I have made it clear which parts of the book refer to solid, observable scientific research and which parts are my own opinions and interpretations of these observations. Only time will show how right or how wrong I am in any one particular personal statement. But right at the outset I can make two key statements that no one can refute:
“First, there is no physiological requirement for sugar;
all human nutritional needs can be met in full without having to take a single
spoon of white or brown or raw sugar, on its own or in any food or drink.”
“Secondly, if only a small fraction of what is already
known about the effect of sugar were to be revealed in relation to any other
material used as a food additive, that material would promptly be banned.”
Terjemahan bebas:
Saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya sampaikan pada buku ini akan diterima oleh setiap rekan-rekan sejawat sesama peneliti. Dalam buku ini saya menyatakan dengan jelas ada bagian-bagian dari buku tersebut yang merupakan penelitian ilmiah yang saya lakukan dan ada bagian yang merupakan pendapat pribadi dan interpretasi dari penelitian-penelitian tersebut. Hanyalah waktu yang akan menentukan kebenaran dari pernyataan-pernyataan pribadi yang saya sampaikan. Sebagai pembuka, izinkan saya menyampaikan 2 pernyataan yang tidak bisa dibantah oleh siapapun:
Pertama, secara fisiologi, tubuh pada dasarnya tidak membutuhkan gula tambahan (gula pasir tambahan). Semua nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat dipenuhi tanpa perlu menambahkan satu sendok gula, baik gula pasir, gula merah, atau raw sugar (gula yang belum diolah) pada makanan ataupun minuman.
Kedua, jika sejumlah kecil saja efek dari gula diketahui dan terungkap (dibandingkan dengan zat tambahan lain pada makanan), maka tentulah bahan tersebut akan dilarang penggunaannya.
Seiring berjalannya waktu, apa yang disampaikan oleh John
Yudkin pada tahun 1972 terbukti kebenarannya berdasarkan penelitian-penelitian
yang lebih baru. Berikut saya rangkumkan efek dari gula dari beberapa sumber
yang kredibel.
Studi terbaru menunjukkan bahwa gula berubah menjadi lemak
perut dan menyebabkan obesitas dan berbagai permasalahan kesehatan lainnya.
Salah satu penelitian menemukan bahwa dengan mengkonsumsi 24 sendok teh gula
(termasuk gula dari madu “sehat” dan jus jeruk) akan menurunkan kemampuan
netrofil (sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan
membajak sistem kekebalan tubuh kita.
Penelitian lain menunjukkan bahwa gula memicu penumpukan
protein amiloid beracun, yang menyebabkan demensia (pikun). Studi
lain menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengonsumsi gula berlebih dan
karbohidrat lebih beresiko mengalami demensia dibandingkan orang dewasa yang
mengonsumsi makanan tinggi lemak dan protein.
Studi fisiologi menunjukkan bahwa tubuh akan bekerja
optimal ketika jaringan dan sel-sel tubuh berada dalam keadaan pH
yang basa (alkali). Terlalu banyak gula dalam darah akan mengganggu
keseimbangan pH darah dan mengubah pH darah menjadi asam (acidic).
Kondisi pH darah yang asam (acidic) meningkatkan berbagai resiko
penyakit seperti batu ginjal, inflamasi/peradangan kronis dan peningkatan
stress oksidatif (suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam
tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya).
Berikut adalah beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah:
- Kerusakan pada gigi
- Obesitas
- Mengganggu sistem kardiovaskuler (penyakit jantung coroner). Banyak bukti menunjukkan bahwa diet tinggi gula dapat menyebabkan obesitas, tekanan darah tinggi, dan peradangan. Ini semua adalah faktor risiko penyakit jantung.
- Meningkatkan resiko kanker
- Merusak fungsi otak
- Mengganggu mood
- Penuaan dini
- Menyebabkan demensia (pikun)
- Menyebabkan jerawat
- Memicu kerusakan hati
- Menyebabkan gagal ginjal
Tidak hanya rokok (nikotin), opioid, kokain, dan alkohol yang menyebabkan kecanduan. Gula pun memiliki dampak yang sama terhadap tubuh manusia, yaitu menyebabkan kecanduan atau adiksi.
Gula yang biasa ditambahkan pada makanan atau minuman manis
dikenal dengan istilah gula rafinasi. Gula rafinasi adalah gula yang
berasal dari tebu dan mengalami proses pemurnian dan kehilangan kandungan
vitamin, mineral dan molasenya. Karena itu, gula rafinasi berbentuk kristal
putih dengan rasa yang sangat manis. Manusia mengalami ketergantungan
pada gula rafinasi karena persepsi rasa manis yang diterima otak
saat mengkonsumsi gula tersebut.
Salah seorang sahabat bercerita bahwa dia adalah seorang “sugar
addict” yang kemudian mengalami masalah jerawat yang sangat parah,
seluruh mukanya dipenuhi dengan jerawat-jerawat yang besar dan rasanya sangat
sakit. Saat berkonsultasi dengan dokter kulitnya dia bertanya:
“Dok, apakah ada kaitan antara jerawat saya dengan
kebiasaan mengkonsumsi gula yang sangat banyak?”
Sang dokter membenarkan dan sahabat tersebut diminta untuk
mengubah pola makannya dengan diet rendah gula.
Cerita lain dari sahabat yang sama adalah ketika dia harus
menemani sang ayah ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta karena
terkena kanker tiroid. Rumah sakit tersebut adalah rumah sakit rujukan untuk
penyakit kanker di Indonesia. Dia sempat melontarkan pertanyaan kepada saya:
“Sis, coba tebak kira-kira penderita kanker di sana
kebanyakan usia berapa?”
“Saya menjawab: Orang tua, orang yang sudah berusia
lanjut.”
“No. Kamu salah, sebagian besar penderita kanker di sana
adalah anak-anak. And you know what, kenapa anak-anak itu pada kena
kanker? Semua itu bermula dari makanan dan minuman manis yang mereka konsumsi.
Selain itu, sebagian besar orang tua dari anak-anak itu menjual minuman manis. Anak-anak
tersebut sering sekali mengkonsumsi minuman dan makanan manis tanpa
sepengetahuan orang tua mereka.
Saya hanya tercengang mendengar cerita sahabat tersebut
yang mengatakan bahwa ia menyaksikan bagaimana penderitaan anak-anak yang
terkena kanker tersebut dengan mata kepalanya sendiri saat berada di RSCM.
Semua itu ternyata bermula dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang sangat
manis.
Saat melakukan research online, saya menemukan bahwa
ada batasan jumlah gula harian yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Menurut American
Heart Association, perempuan dewasa sebaiknya tidak mengkonsumi lebih dari
100 kalori tambahan dari gula per hari dan laki-laki dewasa 150 kalori per
harinya. Artinya, konsumsi gula oleh perempuan tidak boleh lebih dari
25 gr per hari atau setara 6 sendok teh, dan 36 gram untuk laki-laki
atau setara 9 sendok teh. Jumlah tersebut sudah mencakup gula pada
minuman, makanan, kudapan, dan semua yang dikonsumsi dalam satu hari. Sedangkan
batas konsumsi pada anak-anak adalah di bawah 6 sendok teh.
Setelah menemukan beberapa artikel menarik dan membaca buku
Pure, White, dan Deathly karya John Yudkin, saya akhirnya memahami mengapa
liver saya sempat bermasalah. Semua itu karena konsumsi gula yang berlebih yang
tidak saya sadari. Setelah saya cermati pola makan saya, saya cenderung
menyukai coklat, dan kue-kue manis. Ternyata, konsumsi gula yang berlebih akan
diurai menjadi lemak oleh liver kita. Lemak hasil penguraian gula itu
kemudian disimpan pada liver dan menyebabkan liver kita mengandung banyak lemak.
Kondisi ini dalam bidang kesehatan dikenal dengan istilah “fatty liver”,
liver mengalami pembengkakan karena menyimpan banyak lemak yang tidak
dibutuhkan. Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, kita akan mengalami
gangguan kesehatan yang serius karena liver merupakan orang terbesar dalam
tubuh dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk menetralisir racun-racun
metabolisme.
Salah satu ramuan herbal yang sangat efektif untuk memperbaiki fungsi liver adalah temulawak dan kunyit. Setelah diberikan rekomendasi oleh terapis akupuntur yang menangani saya dengan mengkonsumsi temulawak dan kunyit 2 kali sehari selama hampir 2 bulan, kondisi liver saya semakin membaik. Selain itu, terapi akupuntur membantu saya mempercepat proses penyembuhan liver.
Sebagai konsumen, kita harus teliti memilih produk
makanan yang kita konsumsi. Pada dasarnya lidah kita memang cenderung
menyukai makanan manis, tetapi dampaknya bisa sangat fatal bagi kesehatan kita.
Silakan cermati ilustrasi gambar berikut terkait jumlah gula dalam makanan dan
minuman yang dikonsumsi sehari-hari. Sebelum membeli sebuah produk makanan atau
minuman, cek terlebih dahulu kandungan gula yang terdapat di dalamnya. Setelah
itu, silakan lakukan perhitungan matemastis sederhana untuk mengkonversi jumlah
gram gula tersebut ke perhitungan sendok teh. Satu sendok teh setara dengan kurang
lebih 3 – 5 gram. Kita coba ambil nilai tengahnya yaitu 4 gram, asumsi kita
adalah 1 sendok teh setara dengan 4 gram gula. Misalkan sebotol minuman manis
memilik kadar gula 30 gram berarti 30 dibagi 4, hasilnya kurang lebih 7,5
sendok teh gula. Bagi perempuan dewasa, jumlah ini sudah melebihi batas
konsumsi gula harian yaitu sebesar 6 sendok teh.
Berikut adalah beberapa saran yang diberikan oleh Guruji Anand Krishna untuk mengatasi penyakit karena kasus inflamasi yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada berbagai kalangan usia:
- Secara teratur mengkonsumsi minuman herbal (kunyit, jahe dan serai) untuk meningkatkan imunitas tubuh. Ramuan ini baik diminum sebelum tidur.
- HINDARI MAKAN MALAM setelah matahari terbenam.
Hal ini penting dilakukan karena “api pencernaan”
atau asam lambung (HCl) mulai tidak aktif diproduksi setelah matahari
terbenam. Ketika lambung tidak memproduksi asam lambung, maka tubuh kita
tidak akan mampu mencerna makanan dengan baik. Yang terjadi ketika makanan
tidak tercerna adalah proses fermentasi/pembusukan sehingga menghasilkan
racun bagi tubuh kita.
Selain itu, ketika kita tidak makan lagi setelah
matahari terbenam kita sebenarnya sudah melakukan intermittent
fasting selama minimal 12 jam. Intermitten fasting
penting untuk dilakukan untuk memberikan jeda pada tubuh kita untuk
membersihkan dirinya dari berbagai macam racun yang menumpuk dalam
organ-organ tubuh kita.
Ada fakta fisiologis menarik terkait intermittent
fasting terkait dengan cara tubuh mengontrol kadar gula dalam darah. Pada
saat ketersediaan gula dalam darah tinggi karena asupan makanan yang
kita makan, tubuh tidak akan pernah mau mencerna lemak dalam
tubuh kita. Saat intermittent fasting, kadar gula darah
menurun drastis, dan tubuh tidak punya pilihan lain selain mencerna
lemak. Jadi, bagi mereka yang berniat untuk mengurangi berat badan, salah
satu cara yang sangat efektif untuk menurunkan berat badan adalah dengan
melakukan intermittent fasting.
- Makan pagi sebaiknya 3 - 4 jam setelah bangun tidur dan sudah berkegiatan, kecuali bagi anak-anak yang masih sekolah.
- HINDARI,
segala jenis:
a. makanan/roti/kue dan
apa saja yg terbuat dari terigu/gandum olahan,
b. minyak
goreng olahan,
c. gula
(kecuali gula merah yang murni, bukan olahan/pabrikan),
d. garam
olahan (pilihannya black salt atau himalayan salt yang asli, itu pun
dalam kuantitas yg terbatas),
e. snack/junk
food,
f. daging dan apa saja yg mengandung protein hewani.
- Tidak
melakukan puasa ekstrim yang dapat menyebabkan maag, GERD bahkan
IBS (Irritable Bowel Syndome)/iritasi pada usus besar yang berkepanjangan.
Setelah Guruji memberi saran di atas, saya mencoba untuk
mengurangi konsumsi gula pasir dan tidak makan lagi setelah matahari terbenam.
Seminggu pertama saat mengurangi asupan gula, adalah masa-masa yang cukup
berat. Tubuh yang sudah terbiasa dengan kadar gula tinggi seakan menangih untuk
diberikan asupan gula dan saya cukup sering kliengan. Saya baru menyadari
ternyata saya teradiksi dengan gula. Setelah bertarung dengan diri saya sendiri
selama seminggu, tubuh saya akhirnya mulai terbiasa dengan asupan gula yang
rendah. Tubuh menjadi lebih ringan,
berat badan mulai berkurang dan saya merasa lebih energik.
Selain itu, rasa lapar tidak terlalu mengganggu saya lagi.
Biasanya saat sering makan makanan dengan kadar gula tinggi, saya lebih cepat
merasa lapar. Saya juga akhirnya bisa mematahkan mitos orang Indonesia, kalau
tidak makan nasi berarti belum makan. Sekarang saya sudah tidak perlu setiap hari
makan nasi, kadang jika ingin makan nasi, saya makan. Saya lebih sering
mengkonsumsi buah, sayuran, tahu, tempe serta kacang-kacangan. Ternyata makanan
yang tinggi serat dan protein nabati membuat tubuh lebih tahan lapar.
Selain itu, lidah saya sekarang lebih peka terhadap rasa
manis pada makanan tanpa penambahan sesendok pun gula. Makanan yang kita makan
sebenarnya memiliki rasa manisnya sendiri, memang tidak semanis gula pasir.
Tetapi dengan mengurangi penambahan gula pasir pada makanan, saya lebih menikmati
rasa manisnya makanan. Makanan yang dulu terasa tidak manis (karena terbiasa
mengkonsumsi gula dalam kadar tinggi), sekarang terasa manis. Yuk, kita hidup
sehat dengan mengurangi asupan gula pasir pada makanan!
Bibliografi:
- John Yudkin, 1972, Pure, White and Deadly,
Penguin Book, New York
- Linda Hasibuan, 2023, Kasus Diabetes Anak Meningkat 70 Kali Lipat, Kenali Gejalanya, https://shorturl.at/bfsK
- Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2020, Diabetes Mellitus pada Anak dan Remaja, https://t.ly/F3h3
- Nada Naurah, 2023, Kasus Diabetes Pada
Usia Muda di Indonesia Meroket, Jadi yang Terbanyak di ASEAN, https://goodstats.id/article/kasus-diabetes-pada-usia-muda-di-indonesia-meroket-jadi-yang-terbanyak-di-asean-LVlXV
- dr. Muhammad Iqbal Ramadhan, 2020, Memahami
Pengaruh Buruk Gula bagi Kesehatan, https://www.klikdokter.com/gaya-hidup/diet-nutrisi/memahami-pengaruh-buruk-gula-bagi-kesehatan
- dr. Agnes Tjakrapawira, 2023, Apakah
Sugar Addiction dan Bagaimana Cara Mengatasinya, https://www.alomedika.com/apakah-sugar-addiction-dan-bagaimana-cara-mengatasinya
- Dr. B.J. Hardick,
2017, The
Deadly Connection between Sugar, Acidity and Inflammation, https://www.drhardick.com/sugar-acidity-inflammation
Komentar
Posting Komentar