Labirin Duka Derita Part 10: Goodbye Sangram

“Kau terbelenggu oleh kebodohanmu sendiri, dan di atas kebodohan itu pula kau membangun relasi-relasi baru. Sebab itu, bangunanmu sudah pasti runtuh dan menelan banyak korban. Dengan tidak mengindahkan peringatan dan meneruskan bangunanmu itu, kau membebani dirimu dengan tanggung jawab atas segala kerusakan dan korban jiwa yang sudah pasti berjatuhan.”

(Anand Krishna, The Gospel of Mahamaya 157)

 

“Auryn, Sangram harus belajar untuk menghargai kehadiran seorang Guru dalam hidupnya. Terbelenggu oleh kebodohannya sendiri, Sangram terikat kepada ibunya. Dia tidak menyadari bahwa seorang Guru seperti Gurudev tidak lahir setiap saat. Para Guru butuh waktu yang begitu panjang untuk bisa lahir di alam benda ini, di dunia ini.

“Teacher Medha sangat sedih karena Sangram telah menyia-nyiakan kehadiran Gurudev dalam hidupnya. Dia tidak mau mendengarkan pesan-pesan yang telah disampaikan oleh Gurudev. Dia tidak mampu menterjemahkan pesan-pesan Gurudev dalam tindakan nyata. Teacher Medha sudah tidak mau menyampaikan apa-apa kepada Sangram. Enough is enough. Sangram sudah mendapatkan segala-galanya dari Gurudev, tetapi dia menyia-nyiakan semua hal yang telah dia dapatkan.”

“Di salah satu masa kehidupan, 1.000 tahun yang lalu, Sangram pernah menjadi murid Teacher Medha. Pada zaman itu, Teacher Medha adalah murid dari Gurudev, dan dikenal dengan nama Master Wu Wei. Pada masa itu, Sangram tidak pernah bertemu langsung dengan Gurudev. Dia hanya mendengarkan cerita-cerita tentang kehidupan Gurudev dari Master Wu Wei. Karena cerita-cerita tersebut, Sangram memiliki keinginan yang sangat kuat untuk bertemu secara langsung dengan Gurudev.”

“Pada saat detik-detik kematian Master Wu Wei, Sangram sedih bukan kepalang. Dia tidak siap untuk ditinggal Master Wu Wei. Pada saat itu, Sangram menangis sejadi-jadinya karena sangat takut. Dia tidak siap untuk hidup tanpa seorang mentor, seorang pembimbing. Detik-detik kematian Master Wu Wei adalah siksaan untuk Sangram. Sangram meminta Master Wu Wei berjanji untuk mempertemukan dirinya dengan Gurudev di salah satu masa kehidupan, dia berharap bisa lahir kembali, bisa hidup sejaman dengan Gurudev dan Master Wu Wei. Dalam keadaan sekarat, Master Wu Wei hanya tersenyum dan berkata: “Jika Gurudev menghendaki, maka kau akan bertemu dengan beliau, kita akan bertemu lagi. Semoga hidupmu penuh berkah. Selamat tinggal Sangram.”

“Master Wu Wei, terlahir kembali 500 tahun kemudian untuk menyelesaikan satu obsesi dalam hidupnya. Master Wu Wei terlahir sebagai seorang perempuan dan menjalani kehidupan berumah tangga. Dia menikah dengan seorang pria dengan status sosial tinggi, terpandang dan dihormati oleh masyarakat pada masa kelahiran tersebut.  Dari pernikahan tersebut, Sangram terlahir sebagai anaknya. Di ujung perjalanan kehidupan tersebut, Master Wu Wei versi perempuan tidak menemukan kebahagiaan yang ia dambakan dalam sebuah pernikahan. Semuanya terasa hambar dan hampa, bukan, bukan pernikahan itu yang salah. Yang salah adalah anggapan bahwa pernikahan bisa membuat dia menjadi bahagia. Anggapan keliru itu membuat ia mengakhiri kehidupannya dengan penuh penyesalan.”

“Pada detik-detik kematian Master Wu Wei versi perempuan, ia meninggal dalam pelukan Sangram, anaknya. Sekali lagi, Sangram dilanda duka derita, dia sangat terikat dengan ibu yang begitu dia cintai, ibu yang sangat mencintainya. Kepedihannya semakin mendalam, dia sangat ingin bertemu dengan ibunya kembali.”

“Seribu tahun setelah kematian Gurudev, Sang Guru, Sang Master terlahir kembali untuk memenuhi janji kepada murid-muridnya termasuk Master Wu Wei. Master Wu Wei kemudian menjelma menjadi Teacher Medha dan bisa bertemu lagi dengan Gurunya.”

“Gurudev dan Master Wu Wei sudah memenuhi janji mereka pada Sangram, tetapi Sangram melupakan segala-galanya. Melupakan tujuan kelahirannya untuk melanjutkan perjalanan jiwanya di bawah bimbingan Gurudev dan Teacher Medha. Dia terjebak dengan relasi baru dalam kehidupannya kali ini. Dia terjebak dengan cara berpikir ibunya yang sangat materialistis dan menggangap bahwa dunia benda ini sebagai satu-satunya kebenaran dalam hidupnya. Dia hidup dalam kepalsuan dan kegemerlapan dunia benda, spiritualitas dan penemuan jati diri terlupakan sudah. Dia membiarkan dirinya terseret arus dunia benda.”

“Cyper, berarti pengaruh lingkungan yang buruk ternyata benar-benar merusak Sangram.”

“Ya, Auryn, tidak ada yang bisa menolongnya lagi. Dia tidak mau mendengarkan Gurudev dan Teacher Medha. Dia tidak menyadari bahwa Gurudev sedang dalam perjalanan pulang dan tidak akan pernah kembali ke mayapada.”

“Tapi Cyper, kau belum menjawab pernyataanku. Mengapa Teacher Medha tidak mengizinkan Sangram melihat jenazahnya untuk terakhir kalinya?”


“Selain Gurudev, alasan lain Teacher Medha terlahir kembali adalah untuk memenuhi janjinya pada Sangram. Teacher Medha menyadari keterikatannya dengan Sangram, di akhir perjalanannya, dia memutuskan untuk memutus ikatan tersebut. Teacher Medha tidak ingin kembali lagi, ia ingin melanjutkan perjalanan dan menyusul Gurudev. Jika Sangram hadir, maka ada kemungkinan bahwa Teacher Medha akan kembali lagi.”

“Perjalanan jiwa manusia untuk menembus lapisan-lapisan kehidupan yang lebih tinggi ibarat peluncuran sebuah roket. Sebuah roket hanya bisa menembus atmosfer bumi dengan membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan sehingga menjadi ringan. Teacher Medha berencana untuk menembus satu lapisan lain yang lebih tinggi dalam hidupnya. Dengan melepaskan keterikatannya pada Sangram, Teacher Medha berniat untuk menyusul Gurudev dan tidak kembali lagi.”

Goodbye Sangram… 

*********************************

Kelahiran seorang Guru bukanlah sebuah kebetulan, alam memerlukan proses yang begitu panjang untuk mempersiapkan fisik mereka. Jika kita menyia-nyiakan kehadiran mereka, maka kita menyia-nyiakan kehidupan itu sendiri. Dengan kelalaian itu, entah kapan lagi kita akan dipertemukan dengan seorang Guru oleh alam. Penantian itu bisa berujung pada penantian yang sangat panjang selama ribuan tahun. Ingat, pertemuan dengan seorang Guru adalah sebuah berkah, sekali lagi bukan karena kelayakan kita, tetapi karena sebuah berkah dari Keberadaan.

“Adalah lebih mudah menjadi Jivanmukta (bebas dari segala keterikatan dalam kehidupan ini) daripada menjadi seorang Acharya (dalam pengertian Sadguru atau Pemandu Spiritual - a.k.). Sebab yang pertama (Jivanmukta - a.k.) memahami dunia ini sebagai mimpi dan tidak mempedulikannya; sementara, seorang Acharya memahami dunia ini sebagai mimpi, namun tetap peduli dan berkarya.

Tidaklah mungkin bagi semua orang untuk menjadi Acharya. Adalah Divya Shakti (= Kekuasaan Ilahi - a.k.) yang bertindak lewat seorang Acharya. Tubuh seorang Acharya pun sangat berbeda dari tubuh-tubuh lain. Dibutuhkan sains (= ilmu khusus - a.k.) untuk menjaga supaya tubuh tersebut selalu dalam keadaan sempurna (dalam pengertian fit untuk berkarya - a.k.). (Tubuh seorang Acharya - a.k.) adalah organisme yang paling halus, sangat rentan, mampu merasakan kebahagiaan dan penderitaan yang luar biasa. Dia tidaklah normal.”

Swami Vivekananda (1863-1902)

Complete Works, Vol 5

(Terjemahan bebas oleh Anand Krishna dalam buku Sindhu Samkriti, hal. 143-144)

 

Photo by Alina Vilchenko: www.pexels.com/photo/a-planchette-on-the-papers-12157503/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Secercah Pendar Senyum