Labirin Duka Derita Part 9: Back Hole

“Cyper, apa yang terjadi dengan Sangram?”

“Setelah kembali ke Kota Belalai Gajah, Sangram semakin tenggelam dan jatuh semakin dalam dari sebelumnya. Semua ini adalah salahku Auryn.”

“Aku tidak mengerti maksudmu Cyper.”

“Auryn, tiada yang mampu menafikan pengaruh lingkungan. Lingkungan yang buruk mempengaruhi Sangram sampai ke tulang sumsumnya. Dia mengabaikan nasehat Teacher Medha tepat setelah mendaratkan kakinya di Kota Belalai Gajah. Pengaruh lingkungan itu menyedot dia bagaikan lubang hitam, black hole, menyedot planet-planet yang berjarak sangat dekat dengannya.”

“Cyper, jelaskan lebih lanjut tentang pengaruh lubang hitam dengan cara yang lebih sederhana.”

Black Hole

“Dalam hidup, interaksi kita dengan segala sesuatu di sekitar adalah permainan energi. Dua objek/benda akan saling mempengaruhi dari sisi energi, persis seperti kinerja hukum gravitasi. Lubang hitam atau black hole pada awalnya adalah sebuah bintang. Sebuah bintang mampu memancarkan cahaya ketika dia masih memiliki bahan bakar sehingga reaksi fusi tetap terjadi secara berkelanjutan. Selain memancarkan bahaya, bintang juga memiliki gravitasi sendiri. Ketika tingkat radiasi dan gravitasi masih terjadi secara seimbang, maka benda tersebut masih kita bisa sebut sebagai bintang. Tetapi ketika keseimbangan bergeser, bahan bakarnya habis, maka reaksi fusi yang menghasilkan energi (cahaya) tersebut akan terhenti begitu saja. Pada saat itu terjadi, bintang mengalami kematian dan menjelma menjadi lubang hitam. Lubang hitam memiliki gravitasi yang sangat dahsyat, dia akan menarik dan menyedot apapun yang ada di sekitarnya tanpa ampun.”

“Kaitannya dengan lingungan tempat Sangram tinggal apa, Cyper?”

“Jika kita ibaratkan, lingkungan yang buruk persis seperti lubang hitam. Lingkungan itu tidak memiliki energi, tidak mampu memancarkan cahaya, dan memiliki gravitasi yang sangat tinggi. Satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mencapai titik seimbang adalah dengan menyedot energi dari sekitarnya. Sangram tersedot tanpa ampun, semua energi yang telah ia kumpulkan selama belasan tahun di Gurukula, interaksinya dengan Gurudev, ditarik oleh gravitasi lingkungan buruk tempat dia tinggal.”

“Setahun kemudian, Sangram kembali pulang ke tanah kelahirannya di Pulau Adriatic. Dia menyempatkan diri untuk berkunjung ke Gurukula karena merasa sangat rindu dengan suasana kekeluargaan di sana. Teacher Medha, tidak mau mendekat dan hanya menyapa Sangram dari kejauhan.”

“Mengapa sikap Teacher Medha seacuh itu kepada Sangram?”

“Teacher Medha mampu “membaca” level energi Sangram. Level energi dia sudah mendekati nol. Matanya dan tubuhnya sudah tidak memancarkan cahaya lagi. Bisa dibilang, kondisi Sangram sudah seperti zombie, seperti mayat hidup. Hidup, tetapi sesungguhnya dia sudah mengalami kematian. Tubuhnya semakin membulat dan raut muka tanpa semangat, sinar di matanya hilang. Dia juga tidak memenuhi janjinya pada Teacher Medha. Dia meminta bimbingan dari Teacher Medha, tetapi tidak pernah menghubungi Teacher Medha.”

“Teacher Medha sangat sedih, tetapi Sangram tidak menyadari kondisinya. Kalau pun diperingatkan, dia tidak dalam kondisi yang cukup reseptif, tidak cukup terbuka untuk bisa menerima nasehat apapun dari Teacher Medha. Maka Teacher Medha memilih untuk diam. Sangram harus menerima akibat dari segala pilihan yang sudah dia ambil dalam hidupnya.”

“Saat Gurudev mengakhiri persinggahannya di mayapada ini, aku menyesali segala-galanya. Tetapi semuanya terlambat sudah. Aku sudah kehilangan segala-galanya, aku kehilangan kesadaranku. Aku menyeret Sangram bersamaku. Aku mati dalam penyesalan yang mendalam. Detik-detik kematian itu terasa seperti siksaan neraka. Siksaan yang meluluhlantakkan jiwaku, aku tak dapat memaafkan diriku sendiri. Aku gentayangan tanpa arah, tanpa badan. Mengembara tanpa tujuan.”

“Bagaimana dengan perjalanan hidup Sangram setelah kau meninggal Cyper? Apakah dia baik-baik saja?”

“Kondisinya sama seperti kondisiku Auryn, dia menjalani hidup tanpa kesadaran. Dia terjebak dalam materialisme dan menganggap dunia benda sebagai satu-satunya kebenaran dalam hidup. Spiritualitas terlupakan sudah. Dia hidup bergelimang harta seperti yang diharapkan oleh ibunya, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia merasakan kehampaan yang tak terperi. Kehampaan yang mencabik-cabik jiwanya. Ia ingin kembali ke Gurukula untuk bertemu Teacher Medha untuk meminta nasehat, tetapi egonya terlalu kuat, sehingga ia mengurungkan niatnya untuk bertemu mentornya itu.”

“Empat puluh tahun setelah kematian Gurudev, Teacher Medha menghembuskan nafasnya pada suatu pagi setelah memfasilitasi kelas Meditasi di Gurukula. Dia meninggal dengan wajah penuh senyuman, tanpa beban.”

“Esok harinya, Teacher Medha diperabukan oleh siswa-siswanya. Mendengar berita itu, Sangram bergegas datang untuk menghadiri perabuan beliau. Malangnya, saat dia sampai, pintu gerbang Gurukula sudah ditutup dan dia tidak diizinkan masuk. Sangram bersikeras dan memohon untuk masuk, tetapi pintu gerbang tidak dibuka sampai proses perabuan usai.”

“Mengapa para siswa tidak mengizinkan Sangram untuk masuk ke Gurukula, Cyper?”

“Itu adalah amanat terakhir Teacher Medha kepada para siswa. Jika dia meninggal, maka Sangram tidak boleh hadir pada saat perabuannya. Pintu gerbang Gurukula hanya boleh dibukakan untuk Sangram jika proses perabuan telah usai.”

“Mengapa Teacher Medha begitu kejam terhadap Sangram?”

“Jawabannya ada pada kalimat ini, Auryn.”

*************************************************

“Kau terbelenggu oleh kebodohanmu sendiri, dan di atas kebodohan itu pula kau membangun relasi-relasi baru. Sebab itu, bangunanmu sudah pasti runtuh dan menelan banyak korban. Dengan tidak mengindahkan peringatan dan meneruskan bangunanmu itu, kau membebani dirimu dengan tanggung jawab atas segala kerusakan dan korban jiwa yang sudah pasti berjatuhan.”

(Anand Krishna, The Gospel of Mahamaya 157)

To be continue…

Picture courtesy: https://www.earth.com/news/supermassive-black-holes-are-very-messy-eaters/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belajar MV dari Upie Guava

Sadgati Praptir-astu, Memaknai Kematian

Gula, Inflamasi dan Kematian