Cinta Yang Melebihi Cinta 1000 Ibu Kandung
Siang itu aku dikagetkan oleh pesan WA dari Arka tentang
sebuah status yang kutulis di status WA terkait flyer obrolan di IG live Ma Archana dengan seorang artis.
Arka: “Suka sekali saya
liat senyumnya Ma Archana. Saya berharap suatu hari Eka punya senyum indah yang
lebar seperti itu…”
Eka: “Ha ha haaa. She
is my inspiration. I owe a lot to her. Beliaulah yang mengarahkan saya
untuk menjadi saya yang sekarang. Beliau yang memberi saya keberanian untuk
menghadapi hidup dan membuat saya berani mengambil keputusan paling sulit dalam
perjalanan hidup ini, yang saya tahu bahwa orang tua saya sendiri menentang
keputusan itu pada awalnya. Thanks.”
Arka: “Saya bersyukur
sekali Eka ketemu dengan orang baik & hebat seperti Beliau dan orang-orang
hebat yang lain. Semoga Eka selalu dikelilingi kebahagiaan dan
pengetahuan-pengetahuan baru & pengalaman yang menyenangkan setiap harinya.”
Eka: “Terima kasih atas doa dan dukungannya. Semoga Arka juga
mampu untuk terus berjuang dalam hidup. Saya tidak mengatakan hidup ini mudah,
tetapi seperti kata Guru saya, this too
shall pass, ini pun akan berlalu. Selama kita yakin dan tidak menyerah,
kita akan menemukan apa yang kita cari dalam hidup dan di atas segalanya kita
menemukan Kebahagiaan yang kita dambakan. Kebahagiaan yang tidak tergantung
pada sesuatu di luar diri, Kebahagiaan yang tidak terpengaruh oleh gelombang
suka dan duka dari luar diri. Di dalam perjalanan hidup ini, akhirnya saya
paham maksud Guru saya, Kebahagiaan sejati hanya akan kau peroleh ketika kau
menjadikan "pelayanan tanpa pamrih" sebagai bagian dari
kesehariaanmu. Ketika kau mampu melepaskan kepentingan dan kenyamanan pribadimu
untuk melayani semua, maka di situlah Kebahagiaan akan memelukmu hingga akhir
hayat. Itulah alasan mengapa saya memilih jalan ini.”
Arka: “Perjalanan
panjang menuju kebahagiaan yang hakiki. Aamiinn Allahumma aamiinn, makasih
doanya. Semoga doa baik itu kembali lagi ke Eka. Jaga kesehatan selalu.”
Arka, aku kaget sekali membaca WA-mu, padahal kau tidak
mengenal Ma Archana sama sekali. Mungkin lebih tepatnya aku amazed dengan pernyataanmu itu. Kau
membuatku menyadari kembali sesuatu yang ingin aku tuju dalam hidup ini, life path-ku pada masa kehidupan kali
ini. Ya, life path yang harus
kujalani untuk menyelesaikan misi yang dulu belum sempat untuk kuselesaikan di
salah satu masa kehidupan. Life path
yang Ma Archana pernah katakan kepadaku saat aku melakukan konseling soul reading dengan beliau.
Saat itu aku sedang bingung, kedua orang tuaku terus
menekanku untuk menikah. Padahal aku sama sekali tidak ingin memilih jalan itu.
Selama 3 tahun sejak berada di Ashram, aku mempertimbangkan semua kemungkinan yang
dapat terjadi dan resiko yang mungkin akan kuhadapi, aku kemudian memutuskan
tidak akan menikah. Meskipun dulu saat berumur di bawah 30 tahun aku pernah
ingin menikah.
Yang menjadi kekhawatiran orang tuaku adalah saat aku tua
nanti. Siapa yang akan mengurusku nanti. Aku selalu menjawab mereka selengekan:
“Aku bisa mengurus diriku sendiri dan tidak akan membebani
siapapun saat aku mati nanti.”
Tapi semakin lama, pertanyaan itu semakin menyebalkan dan
membuatku cukup frustasi menjelaskan pilihan hidupku pada mereka, dan mereka
sepertinya tidak akan pernah memahami pilihan itu. Pilihan seperti itu tidak
ada dalam referensi bank memori di otak mereka. Jadi menjelaskan panjang
lebarpun percuma.
Dalam kebingungan itu, aku memutuskan untuk melakukan
konseling soul reading dengan Ma
Archana. Beliau menjelaskan kepadaku tentang life path-ku dan 3 karma utama yang harus aku selesaikan pada masa
kehidupan kali ini.
Beliau berpesan:
“Jika ada yang nanya soal pernikahan kepadamu, kau bisa
jawab dengan 2 cara. Cara tolol atau cara serius. Sayapun pernah mengalami
masalah serupa ketika orang terus bertanya mengapa saya tidak menikah lagi?
Saya selalu menjawab mereka dengan cara tolol, it works dan lama-kelamaan mereka capai bertanya kepada saya.”
Sejak menjadi guru di One Earth School, prioritasku adalah
sekolah dan anak-anak. Aku sudah memutuskan akan memberikan sisa hidupku untuk
mewujudkan visi dan misi Guruku di bidang pendidikan. Aku sudah tidak punya
keinginan lain lagi. Anak-anak adalah segala-galanya bagiku, mereka adalah masa
depan bangsa ini. Jika aku tidak peduli, jika aku tidak mau mengambil peran
ini, maka Keberadaan akan mengirim orang lain untuk memerankannya. Aku tidak
ingin kehilangan kesempatan ini, terlalu berharga untuk dilewatkan dan
disia-siakan begitu saja.
Aku tidak bisa menjalani dua kehidupan sekaligus dalam menjalankan pilihan ini, memilih untuk berkeluarga dan mendedikasikan hidup sepenuhnya di sekolah. Dalam Alkitab dinyatakan: “No servant can serve two masters”, kau tidak bisa melayani dua orang majikan sekaligus. Aku tidak mau fokusku diganggu oleh apapun dan siapapun.
Jika menikah, maka mungkin anak-anak di Gurukula tidak akan
pernah menjadi prioritas bagiku, keluarga mungkin akan aku dahulukan daripada
mereka. Jadi, daripada tidak fokus, lebih mulia jika aku men-delete opsi berkeluarga. Toh sedari
kecil aku sudah sangat mandiri menjalani hidup di bawah gemblengan kakek dan
nenekku yang super disiplin. Sejak kecil mereka mengajarkanku untuk bekerja
keras. Aku selalu ingat petuah kakek:
“Jika kau masih mampu mengerjakan apapun seorang diri,
jangan pernah merengek untuk minta dibantu orang. Di atas segalanya, kau harus
mandiri dan tidak bergantung kepada siapapun. Percayalah, kau bisa mengurus dan
menghidupi dirimu sendiri tanpa bantuan siapa-siapa, untuk itu kau harus
bekerja keras, kerja cerdas.”
Untuk menggemblengku, sedari kecil kakek sudah mengajakku
untuk bekerja di sawah dan mengurus ternak. Aku harus pintar membagi waktuku
antara mengerjakan tugas sekolah dan mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh
kakek. Saat kecil aku sering mengeluh kenapa kakekku begitu “kejam” kepadaku,
sementara dia “tidak sekejam” itu pada cucu-cucunya yang lain. Setiap sore
sepulang sekolah aku harus ke sawah, entah membantunya mengurus sawah atau
mencari makanan untuk ternak.”
Setiap komplain yang keluar dari mulutku kutahan, aku telan
sendiri. Aku tidak pernah berani protes pada kakekku. Tetapi jauh di lubuk
hatiku aku tahu, di antara semua cucunya, akulah yang paling dia sayangi dan
beri perhatian lebih serta diberi pekerjaan lebih banyak dibandingkan
cucu-cucunya yang lain.
Gemblengan keras dari Kakek baru aku rasakan manfaatnya 20
tahun kemudian. Aku selalu bisa mengatasi setiap tekanan dan permasalahan dalam
hidup. Aku menjadi pribadi yang tidak pernah putus asa ketika terbentur oleh rintangan
yang menghadang. Aku tidak pernah takut untuk bekerja keras untuk mencapai
apapun yang aku cita-citakan, aku tidak takut menghadapi penderitaan seberat
apapun. Bagiku, setiap masalah hanyalah batu loncatan untuk melambung lebih
tinggi, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kakek, terima kasih telah
mendidikku dengan begitu keras dan disiplin, tanpa semua itu, aku tidak akan
pernah menjadi aku yang sekarang. Terima kasih atas segala “kegalakanmu” dan “kediktatoranmu”
selama masa kecilku, aku sangat menghargai semua itu.
*********************************
Menjadi guru di One Earth School adalah berkah terbesar
yang aku terima dari Keberadaan, dari Guruji. Aku bisa tetap menghidupkan idealismeku
di bidang pendidikan yang sudah mati suri di luar sana. Pada dasarnya, aku
adalah orang yang tidak bisa hidup tanpa idealisme, lebih baik mati dibandingkan
hidup tanpa sebuah idealisme.
Di sekolah ini, aku harus belajar melepaskan (learn to unlearn) apa yang pernah
kupelajari sebelumnya, meskipun sudah menyandang gelar master di bidang
manajemen lingkungan, aku belajar lagi. Aku belajar semuanya dari nol lagi, dan
itu adalah sebuah anugrah sendiri. Aku tidak mau menutup diri dari hal-hal baru
untuk bisa memekarkan jiwaku.
Terkait dalam menjalani sebuah hubungan, aku paling tidak
suka “berkompromi”. Ada hal-hal dalam diriku yang takkan pernah bisa
terekspresi sepenuhnya yaitu aktualisasi diri. For me, to be in relationship means to live in a cage. Ada batasan-batasan yang tidak bisa kau
abaikan supaya hubungan itu tetap berjalan. Aku merasa hal-hal seperti itu
membuat jiwaku terkungkung, terpenjara. Hampir semua teman-teman dekatku
bercerita tentang permasalahan dalam pernikahan mereka, dan selalu mengatakan:
“Enak jadi single kayak kamu Eka, bisa jalan kemana-mana. Tidak
terikat dengan suami, dan anak-anak. Tidak terbelenggu oleh
kewajiban-kewajiban yang sebagai seorang istri."
Saat itu aku masih menempuh pendidikan S2 di Australia dan
menjadi kebiasaanku setiap weekend
untuk pergi jalan-jalan sambil mengasah kemampuan fotografiku. Dan memang
saat itu aku masih cukup narsis dan akan memajang foto saat jalan-jalan yang
membuat teman-temanku kepo. Teman, itu hanya separuh kebenaran. Kalian tidak melihat
cerita tidak enak di balik layar saat dikejar deadline tugas-tugas kampus yang
menggila.
Kita selalu beranggapan rumput di halaman tetangga jauh lebih
hijau dari rumput di halaman kita. Sepintas memang terlihat seperti itu. Tetapi
kalau kita melihat dari dekat, setiap orang punya masalahnya masing-masing. Yang
membedakannya adalah cara kita merespon permasalahan tersebut. Itulah yang
membuat segalanya berbeda. Entah menikah atau tidak menikah, semua punya
masalahnya masing-masing. Setiap pilihan dalam hidup memiliki resikonya
sendiri. Makanya penting sekali kita melakukan analisis resiko terlebih dahulu
sebelum mengambil sebuah keputusan. Kita harus memahami resiko dari setiap
keputusan yang kita ambil dan siap untuk menghadapi semua itu, tidak
melemparkan tanggung jawab itu kepada orang lain. Tidak menyalahkan keadaan
jika resiko itu muncul dalam hidup kita.
Hal lain yang sangat kusyukuri dengan keberadaanku di Gurukula
One Earth School adalah aku dikelilingi anak-anak setiap saat. Energi belia
mereka mengangkat semangatku setiap hari sehingga aku tak pernah lelah
menjalani hari-hari dengan segudang kegiatan. Rasanya Keberadaan terus menge-charge tubuh fisik ini dengan cara yang
begitu indah, dengan kehadiran mereka meskipun kegiatan-kegiatan kami selalu
padat dan menggunung. Jika biasanya hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur
bagi orang-orang di luar sana, maka bagi kami adalah hari yang penuh dengan
kegiatan sosial, untuk melakukan seva, melakukan pelayanan sosial.
Diberkahi Dengan Tilak Oleh Guruji |
Bagiku secara pribadi, setiap hari adalah hari libur, Senin
sampai Minggu adalah hari libur. Mengapa? Karena aku tak pernah merasa sedang
bekerja, semua ini seperti menjalani hobi yang aku suka. Aku tak pernah
terbebani menjalani semua ini. Rasanya seperti menikmati masa pensiun dini yang
diberikan oleh Guruji. Tidak ada hal hal lebih indah selain menjalani kehidupan
seperti ini. Kebahagiaan yang kuperoleh dengan menjalani semua ini jauh melebihi
harapanku. Hidup dengan menjalani hal yang paling kau cintai adalah surga di
dunia ini. Mau apa lagi? Guruku telah memberikanku segala-galanya. Kasih dan
berkah beliau adalah segala-galanya. Cinta Guruku, cintanya melebihi cinta 1.000
ibu kandung.
Picture courtesy: Gde Trilokasianta Baloma
Komentar
Posting Komentar